Berita Sukoharjo Terbaru
Kisah Anak Petani Kopi Asal Temanggung, Raih Predikat Wisudawan Terbaik dan Bercita-cita Jadi Dosen
Ia mengaku tak ingin merepotkan kedua orangtuanya, mengingat jarak Temanggung-Sukoharjo tidak dekat.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ilham Oktafian
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Kisah inspiratif ditunjukkan oleh seorang wisudawan Universitas Bangun Nusantara (Univet Bantara) Sukoharjo bernama Febbi Nur Rahmawati (21).
Mahasiswa dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian program studi Teknologi Hasil Pertanian tersebut mampu meraih predikat lulusan terbaik dengan IPK 3,96.
Siapa sangka, dibalik kecerdasannya itu Febbi lahir dari keluarga yang sederhana.
Febbi merupakan anak kedua dari pasangan Suyatno dan Wahtikni.
Ayahnya merupakan seorang petani Kopi di daerah Temanggung, Jawa Tengah.
"Alhamdulillah saya senang, dan bangga (meraih IPK 3,96)," katanya Sabtu (14/11/2020).
Sayangnya, saat momen membahagiakan tersebut kedua orangtuanya berhalangan hadir.
Ia mengaku tak ingin merepotkan kedua orangtuanya, mengingat jarak Temanggung-Sukoharjo tidak dekat.
"Saya sendiri, cuma sama temen-temen saja." ucapnya.
"Orang tua gak bisa datang, karena jauh, kasian diperjalanannya," imbuhnya.
Kendati demikian, dia mengaku jika orang tuanya mengaku bangga dan terharu atas kelulusannya.
"Setelah ini tinggal bersaing mencari pekerjaan, untuk saat ini saya masih membantu mengerjakan proyek dari salah satu dosen," tandasnya.
Baca juga: Kisah Anak Pemulung di Boyolali Jadi Lulusan Terbaik di Kampus, Orangtua Hanya Bergaji Rp 500 Ribu
Febbi menambahkan, tidak ada tips khusus dirinya dapat meraih IPK hampir sempurna itu.
Ia mengungkapkan, hanya sesegara mungkin mengerjakan tugas-tugas kuliah yang diberikan oleh dosen.
"Sederhana sih, cuma bertanya kalau tidak tau, dan selalu berdoa," ucapnya.
Selama kuliah, dia juga aktif dalam berbagai organisasi mahasiswaan.
"Saya juga dapat beasiswa bidikmisi, sehingga saya juga aktif di UKM dan karya ilmiah," ucap wanita yang bercita-cita menjadi dosen. (*)
Baca juga: Anak Pemulung Boyolali Jadi Lulusan Terbaik di Kampus, Dulu Berangkat Sekolah Bonceng Naik Beronjong
Baca juga: 5 Fakta Anak Pemulung Asal Boyolali Jadi Lulusan Terbaik Kampus, Jalan Berliku Dilakukan Demi Kuliah
ANAK PEMULUNG JADI WISUDAWAN TERBAIK
Keterbatasan ekonomi tak mengecilkan cita-cita Nurpitasari (21).
Anak pasangan Juman (55) dan Tuminah (45) itu mempunyai tekad untuk menjadi perawat.
Keinginan tersebut terganjal lantaran sang ayah hanya berprofesi sebagai tukang rosok atau pemulung dan sang ibu hanya sebagai buruh momong.
• Sempat Ada Perbaikan, Kini Berkas Kedua Bapaslon di Wonogiri Lengkap, KPU Segera Verifikasi Ulang
• Saluran Underpass Makamhaji Sering Jebol, Kades Sebut Kerusakan Langsung Dilaporkan
Perempuan asal RT 18/RW 09 Banjarsari, Gubug, Cepogo, Boyolali itu pun mencoba beragam cara agar cita-citanya tak kandas di tengah jalan.
Saat masih duduk di bangku SMK Annur Ampel Boyolali, Nurpitasi mencari informasi agar orangtuanya tak mengeluarkan ongkos untuk biaya kuliahnya.
Bermacam beasiswa ia coba, namun sempat gagal lantaran terganjal seleksi.
"Saya tidak menyerah, saya mencoba ikut beasiswa Bina Lingkungan, alhamdulillah saya diterima dan dibiayai gratis sampai wisuda," kata lulusan terbaik Jurusan D3 Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran (UNW) itu.
Usai diterima di UNW, Nurpitasari tak berhenti mengalami kesulitan.
Meski biaya ditanggung beasiswa, namun untuk makan dan urusan kuliah ia harus mengeluarkan biaya tambahan.
Ia dan orangtuanya berbagi tugas agar kuliah Nurpitasi tidak kandas di tengah jalan.
Nurpitasari mendapat biaya tambahan membantu dosennya, sementara orangtua semakin giat mengumpulkan rosokan.
Namun saat pertengahan semester, rupanya hasil penjualan rosokan orangtuanya tak mampu menambal biaya tambahan Nurpitasari.
"Orangtua hanya mengambil rosokan, modalnya dari orang lain," aku dia.
"Kalau orangtua ngambil rosokan harga Rp 1.000 nanti dijual seharga Rp 1.200, untungnya Rp 200, untuk biaya sehari mepet, belum lagi untuk ongkos saya," tambahnya.
Di pertengahan jalan, Juman pun sempat putus asa lantaran urusan ekonomi.
• Dijuluki Ibu Galak oleh Kiesha Alvaro, Okie Agustina Protes Tak Terima
Di satu sisi ia ingin tetap membiayai Nurpitasari sampai lulus, namun baru menginjak beberapa semester ia merasa sangat berat.
Akhirnya "Bank Tithil" mingguan menarwakannya pinjaman dengan syarat yang mudah.
Juman pun tergiur meski ia harus membayar bunga melebihi 15 persen.
"Yang penting anak saya tetap kuliah," kata Juman saat ditemui TribunSolo.com.
Dalam perjalanan waktu, Juman pun mengangsur biaya tersebut setiap minggu.
• Kisah Mbah Dasah, Empu Gamelan Tersisa di Solo: Sampai Kini Masih Jalani Semedi Demi Gamelan Terbaik
Rupanya, 1 "Bank Tithil" tak cukup untuk membiayai ongkos Nurpitasari, ia pun mencoba mencari pinjaman lain hingga lebih dari 10 tempat.
Bunganya yang bermacam macam membuat hutang Juman makin menggunung.
"Kalau ditotal mungkin ada sekitar Rp 30 juta lebih, setelah wisuda akan saya lunasi satu persatu, saya tidak masalah meminjam sana sini, yang penting tidak mencuri," katanya sambil menahan airmata.
Sejatinya, usai lulus wisuda Nurpitasari berkeinginan untuk menjadi dosen.
Namun keinginan tersebut sepertinya batal mengingat utang biaya ongkos kuliah Nurpitasi selama 3 tahun belum jua lunas.
"Sebenarnya hati saya miris, tapi mau bagaimana lagi," katanya tersedu. (*)