Update Gunung Merapi
Sosok Agus Sarnyata : Sang Guru 'Penjaga' Pos Pantauan Gunung Merapi Induk Balerante Klaten
Momen erupsi Gunung Merapi Tahun 2006 menjadi awal mula Agus berkecimpung menjadi relawan.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Agus Sarnyata merupakan salah seorang relawan pemantauan Gunung Merapi di Dusun Gondang, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
Agus lahir di Klaten, 17 Februari 1973 dan telah menikah dengan Dewi Mashiti (28). Atas pernikahannya itu, ia dikaruniai 1 orang anak.
Momen erupsi Gunung Merapi Tahun 2006 menjadi awal mula Agus berkecimpung menjadi relawan.
Dorongan hati dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas risiko erupsi Gunung Merapi menjadi alasan dibalik pilihannya itu.
Kompleks rumahnya yang berada di Dusun Gondang disulap untuk lokasi Pos Pemantauan Merapi Induk Balerante.
Baca juga: Pos Pantauan Merapi Induk Balerante : Lokasi Penting Sebar Informasi, Sempat Terbakar karena Erupsi
Baca juga: Terseret Kasus Kerumunan Habib Rizieq, Ridwan Kamil Siap Dicopot, Kutip Surat Ali Imran
Satu ruangan digunakan untuk meletakkan piranti komputer dan seismograf. Satu ruangan lagi dimanfaatkan untuk tempat istirahat relawan lain.
Ketika memilih berkecimpung menjadi relawan, Agus masih tercatat menjadi guru SMK Muhammadiyah Cangkringan.
Pria lulusan IKIP Veteran Yogyakarta tahun 1997 itu mengajar jurusan produktif pemasaran.
Itu dilakukannya sejak tahun 1998 sampai sekarang.
Dengan aktif menjadi guru dan relawan, Agus harus pintar - pintar membagi waktu untuk keduanya.
Ketika ada jadwal mengajar, Agus akan melaksanakannya terlebih dulu sebelum akhirnya bertugas menjadi relawan.
Aktivitas Pos Pemantauan Merapi Induk Balerante diserahkan kepada para relawan lainnya.
Agus biasanya berangkat ke SMK Muhammadiyah Cangkringan menggunakan sepeda motor.
Ia biasa menghabiskan waktu selama 15 - 20 menit untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar.
Sementara istrinya di rumah merawat dan mengasuh anak mereka.
Namun itu urung dilakukan lantaran sekolah masih menjalankan kegiatan belajar mengajar secara daring mengingat masih pandemi Corona.
Momen Erupsi 2010
Momen erupsi Gunung Merapi tahun 2010 masih begitu membekas diingatkan Agus.
Kala itu, ia masih turun ke lapangan untuk mengajar anak - anak SMK Muhammadiyah Cangkringan.
Kegiatan belajar mengajar dilakukannya di lokasi pengungsian SMP Muhammadiyah.
Kegiatan itu harus bergantian antara siswa SMP dan SMK.
Semangat Agus untuk tetap mengajar tak padam meski rumah hangus terdampak erupsi Gunung Merapi.
Baca juga: Pos Pantauan Merapi Induk Balerante : Lokasi Penting Sebar Informasi, Sempat Terbakar karena Erupsi
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Pengungsi Gunung Merapi, Srikandi Desa Balerante Buat Jadwal Masak Bersama
Ia begitu cekatan menenangkan para siswanya yang saat itu kondisinya mungkin lebih tragis daripada keluarganya.
Agus bercerita rumah beberapa keluarga siswanya roboh tak bersisa dan ada juga yang kehilangan seluruh anggota keluarga.
Motivasi demi motivasi diberikan Agus kepada para muridnya supaya mereka tetap semangat belajar di tengah bencana erupsi Gunung Merapi.
Meski itu tidak mudah, ada saja siswa yang masih takut dan trauma untuk kembali bersekolah.
Namun Agus tetap saja memotivasi mereka untuk tetap semangat belajar.
Hingga akhirnya mereka luluh dan semangat belajar.
"Dulu ada yang takut, kemudian kita menyadarkan pelan-pelan lalu tidak lama akhirnya mereka kembali ke sekolah," kata Agus kepada TribunSolo.com, Kamis (19/11/2020).
Saat erupsi Gunung Merapi 2010, Agus juga tidak hanya menjalankan tugasnya menjadi guru.
Tugasnya sebagai relawan pun tak ditinggalkannya. Sejumlah cara dilakukannya supaya bisa membagi waktu.
Bila tugas relawannya sangat darurat, ia memilih untuk memberikan tugas kepada para muridnya. Itupun dengan pengawasan guru pengganti. (*)