Berita Sukoharjo Terbaru
20 Warga Sukoharjo Positif Corona Seusai Studi Banding ke Jepara, Kini Ditetapkan Jadi Klaster Baru
"Pengusaha asal Sukoharjo kota dan mengajak keluarga, rekan kerja dan dari dinas terkait (Disdagkop UKM)," kata Yunia.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Sebanyak 20 orang di Kabupaten Sukoharjo terkonfirmasi positif Covid-19.
Mereka dinyatakan positif Covid-19 usai menjalani studi banding di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Kabupaten Sukoharjo Yunia Wahdiyati mengatakan, 20 orang ini di antaranya pengusaha UKM, tetangga hingga mereka yang bekerja di Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Disdagkop UKM).
Baca juga: Kasus HIV/Aids Versi Yayasan Sabahat Naik dan Kini Ada 650 Kasus di Sukoharjo, Ini Sebarannya
Baca juga: Angka Kesembuhan Covid-19 Lebih Tinggi Dibanding Rata-rata Dunia, Doni Monardo: Harus Dipertahankan
"Pengusaha asal Sukoharjo kota dan mengajak keluarga, rekan kerja dan dari dinas terkait (Disdagkop UKM)," kata Yunia kepada TribunSolo.com, Selasa (24/11/2020).
Diketahui, dalam rombongan tersebut, terdapat 32 orang yang ikut melakukan perjalanan studi banding ke Jepara pada akhir Oktober lalu.
Kemudian, sepulang dari Jepara, salah satu peserta mulai merasakan demam dan melakukan pengobatan sendiri.
Namun, setelah dirasa keluhan tidak berkurang, yang bersangkutan dirawat di Rumah Sakit dan melakukan swab tes dengan hasil menunjukkan positif Covid-19.
"Kemudian kita lakukan tracing, sehingga ada 20 orang yang positif," ucapnya.
"Sebagian dirawat di rumah sakit rujukan di Sukoharjo karena ada yang bergejala," bebernya.
Menyusul adanya 20 orang yang positif tersebut, Satgas Covid-19 langsung melakukan tracing ke kontak erat.
"Belum selesai (masih melakukan tracing)," ujarnya.
Yuni menyebut, setidaknya muncul 16 klaster penularan baru periode 16-22 November dengan jumlah terkonfirmasi positif sebanyak 108 orang.
Di antaranya, riwayat studi banding ke Jepara 20 orang, Kluster SMA 1 Polokarto 11 orang, Keluarga PPA Gereja 9 orang, Nakes RS swasta di Sukoharjo 8 orang.
Selain itu, ada 2 klaster yang masih terjadi penularan yakni klaster rumah sakit di Kabupaten Sukoharjo bertambah 7 orang sehingga total kasus menjadi 26 orang.
Imbauan Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo meminta jumlah hari libur panjang akhir tahun dikurangi, hal ini sebagai upaya pencegahan penularan dan lonjakan kasus Covid-19.
Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy usai rapat terbatas dengan Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11/2020).
Selain itu, Libur panjang akhir tahun dikhawatirkan meningkatkan mobilitas warga di tengah Pandemi Covid-19.
Ditambah lagi, libur hari raya Idul Fitri 2020 digeser ke akhir tahun karena adanya pandemi virus Corona.
Baca juga: Doni Monardo Sebut Vaksin Terbaik Lawan Corona adalah Patuh pada Protokol Kesehatan
Baca juga: Doni Monardo Tegaskan Tak Ada Diskriminasi Pembubaran Kerumunan: Covid-19 Ini Bukan Rekayasa
"Masalah libur, cuti bersama akhir tahun termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," kata Muhadjir.
Sehingga pada akhir tahun nanti selain hari raya Natal pada 24-25 Desember 2020 dan juga Tahun Baru pada 1 Januari 2021, akan ada libur hari raya Idul Fitri.
Presiden meminta masalah libur panjang tersebut dibahas secara teknis sesegera mungkin di tataran kementerian dan lembaga.
"Beliau memerintahkan supaya segera ada rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko PMK dengan kementerian/lembaga terkait. Terutama, berkaitan masalah libur akhir tahun dan pengganti libur cuti bersama Idul Fitri," katanya.
Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah lebih serius mempertimbangkan aspek kesehatan dalam menentukan libur panjang akhir tahun ini.
Wakil Ketua Umum IDI Moh Adib Khumaidi mengatakan, libur panjang telah terbukti meningkatkan kasus positif Covid-19.
Seperti, pascalibur panjang akhir pekan Mei lalu yang meningkatkan fluktuasi kasus Covid-19 sampai 20 persen, kemudian long weekend Agustus yang meningkatkan angka infeksi di atas dari 10 persen, dengan test rate lebih dari 20 persen.
Padahal selama pandemi Covid-19 yang berlangsung 8 bulan ini, mayoritas karyawan bekerja dari rumah atau Work From Home.
"Apa memang harus ada libur panjang? Karena long weekend membuat terjadi fluktuasi kasus," katanya.
Menurutnya, lonjakan kasus dua hari berturut-turut lalu, diprediksi dampak mobilitas masyarakat usai libur panjang 28 Oktober hingga 1 November 2020.
Untuk itu jika tetap ingin menetapkan libur panjang pada akhir tahun ini, Adib berharap semua yang berhubungan dengan aktivitas liburan mulai dari transportasi, hotel, hingga tempat wisata haruslah mengedapankan protokol kesehatan yang ketat.
Misalnya membatasi usia pengunjung yakni dilarang untuk usia di atas 60 tahun serta pengunjung wajib mengenakan masker termasuk anak-anak.
"Jadi apakah harus ada long weekend? Namun kalau memang harus ada long weekend, maka harus ada yang diatur, mulai dari transportasi, aturan yang tegas tempat wisata di mana mereka berkumpul, hingga aturan di hotel," ujarnya.
Pihaknya menilai, semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah perlu tegas dalam penerapan aturan protokol kesehatan, bahkan jika diperlukan denda dan sanksi harus diberlakukan.
Baca juga: Soal Kebijakan Belajar Tatap Muka, Doni Monardo Minta Pemda Dapat Beri Keputusan yang Tepat
Baca juga: Cerita Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo: 3 Bulan Tidak Bisa Pulang Ke Rumah karena Tangani Corona
Lantaran, kerumunan menjadi tempat berisiko dalam penularan Covid-19.
Lebih jauh, Adib menuturkan angka kematian dokter dan tenaga kesehatan terus bertambah, di mana hingga kemarin ada lebih 160an dokter gugur karena Covid-19.
"Perubahan perilaku itu benar-benar harus dilakukan. Kalau perubahan perilaku bisa butuh 10 tahun, tetapi dengan kondisi saat ini harus ada pemaksaan, regulasi, punishment, dan denda," kata Adib.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan bahwa terjadi lonjakan kasus Covid-19 pasca libur panjang Oktober lalu. Namun lonjakan yang terjadi masih dapat dikendalikan.
"Harus diakui bahwa terjadi peningkatan kasus selama libur panjang yang lalu. Namun, kalau dilihat angkanya masih bisa kita kendalikan. Artinya tidak lebih tinggi dibandingkan pada libur panjang bulan Agustus sebelumnya," kata Doni.
Sejumlah peristiwa menurut Jenderal bintang tiga tersebut berkontribusi pada lonjakan Covid-19 pasca libur panjang Oktober lalu. Peristiwa itu terkait dengan aktivitas Imam Besar FPI Rizieq Shihab.
"Kegiatan-kegiatan kerumunan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Terutama di wilayah Bandara Soetta, di wilayah Kelurahan Petamburan, dan juga wilayah Slipi. Kemudian juga Tebet Timur, serta Megamendung," katanya.
Peristiwa-peristiwa tersebut membuat penambahan kasus di Jakarta relatif tinggi dibandingkan, waktu-waktu sebelumnya.
Dua hari lalu misalnya kasus Covid-19 di DKI mencapai 1.579.
"Kemudian kemarin 1.300an. Oleh karena itu teman-teman wartawan sekalian, kita harus mampu mengajak seluruh komponen bangsa untuk patuh kepada protokol kesehatan," katanya.
Lonjakan kasus Covid-19 pasca libur panjang juga dapat dilihat dari tingkat keterisian tempat tidur ICU rumah sakit di sejumlah wilayah.
Di antaranya Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang mengalami peningkatan menjadi di atas 70 persen.
"Sedangkan Jakarta, angka keterisian ruang ICU mencapai 69,5 persen. Tetapi ini pun harus bisa kita upayakan untuk tidak bertambah lagi," ujarnya.
Catatan Redaksi: Bersama kita lawan virus corona. Tribunsolo.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. ingat pesan ibu 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Cegah Penularan Covid-19, Jokowi Minta Libur Panjang Akhir Tahun Dikurangi