Intip Dapur Ayam Panggang Mbok Denok di Pelosok Tapi Pembeli Membludak : Masih Pakai Tungku & Kayu
Pemilik menerapkan sistem open kitchen atau dapur terbuka di mana pelanggan bisa silih berdatangan mengamati proses dimasaknya ayam panggang.
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Asep Abdullah Rowi
Anak pemilik warung, Dendi Resmadi (38), mengatakan nama Mbok Denok merupakan julukan ibunya yang merupakan perintis dari warung itu.
"Nama ibu saya sebenarnya Suwarsi, namun tetangga dan keluarga akrab memanggil namanya dengan Bu Denok," katanya.
Berdiri sejak tahun 1996, Warung Ayam Panggang Bu Denok selalu ramai oleh pembeli.
"Bahkan pelanggan saya ada yang datang dari Bali, saya tidak tahu dia dapat info darimana," ucapnya.
Ukuran ayam yang dipesan juga bermacam-macam, dari yang utuh hingga hanya potongan daging saja.
"Kami bisa beli utuh, atau perpotongan tergantung selera," terangnya.
Untuk satu ekor ayam utuh pembeli harus menyiapkan kocek dengan nominal Rp 65 ribu, hingga Rp 75 ribu.
"Tergantung besaran ukuran ayam, semakin besar semakin mahal," ujarnya.
Dirinya mengakui sehari rata-rata menghabiskan 50 potong ayam.
"Kami tidak ingin terlalu banyak, jumlah segitu saja antrinya sudah sangat panjang," jelasnya.
Bila Bulan Ramadhan tiba, jumlah pemesanan mencapai hingga tiga kali lipat dari hari biasa.
"150 ekor bisa dan semuanya ayam kampung," ujarnya.
Rasanya? Memang tiada lawan.
Bumbunya benar-benar meresap, dilengkapi pilihan sambal terasi dan urap.
Mungkin itu yang menjelaskan kalau banyak pembeli yang rela datang meski jauh dan bersabar mengantre. (*)