Kisruh di Partai Demokrat
Demokrat Versi Moeldoko Ditolak, Kader di Solo Ogah Rayakan Dulu, Tapi Sujud Syukur Prahara Berakhir
Ketua DPC Demokrat Solo, Supriyanto mengatakan keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membuat para kader bersujud syukur.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Dikatakannya, legalitas Partai Demokrat baik dokumen maupun logo sah secara hukum di Kemenkumham.
"Intinya kami minta perlindungan hukum dari Polres Sragen selaku penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," jelasnya.
Pihaknya mengantisipasi munculnya pihak-pihak yang ingin membajak identitas partai.
"Kami berjaga-jaga supaya tidak ada pihak yang membajak identitas partai kami," ucapnya.
Dia menyatakan kader Partai Demokrat Sragen tidak ada yang mendukung Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) kubu Moeldoko.
"Kami semua kompak dan solid mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Demokrat," tegasnya.
Jokowi Masih Diam
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, disebut-sebut membuat Presiden Joko Widodo terimbas kasus KLB Demokrat.
Moeldoko dinilai telah mempersulit Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Muncul pro dan kontra saat Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, sementara dirinya masih menjadi bagian dari pemerintahan.
Baca juga: Moeldoko Belum Juga Muncul, Jhoni Allen Ungkap Keberadaan Ketum Demokrat KLB, Sebut Ada Tugas Negara
Baca juga: Teka-teki Keberadaan Moeldoko Usai KLB Demokrat: Belum Muncul Depan Publik, di Rumah pun Tak Ada
Terlebih, Moeldoko saat ini masih resmi menjabat sebagai KSP.
Hal ini disampaikan pengamat politik President University, Muhammad AS Hikam, dalam acara Mata Najwa yang videonya diunggah di YouTube Najwa Shihab pada Kamis (11/3/2021).
Anggapan Hikam ini disampaikan saat awalnya ia ditanya soal sikap Jokowi yang terkesan diam atas terlibatnya Moeldoko dalam kudeta Partai Demokrat.

Hikam mengatakan, sikap diam Jokowi bisa diartikan berbagai hal.
"Kalau saya melihat ada beberapa cara menginterpretasi ya diamnya Pak Jokowi ini."
"Diam karena memang tidak ingin disebut sebagai intervensi atau diam karena memang internal di dalam Istana juga terjadi pergesekan."
"Atau yang ketiga, diam karena memang tidak tahu, bagaimana yang harus dilakukan di dalam soal ini," beber Hikam.
Ia menambahkan, posisi Moeldoko yang saat ini merupakan bagian dari pemerintahan, membuat Jokowi sulit untuk tidak menciptakan reaksi publik bahwa dirinya tak tahu-menahu.
"Bagaimana pun yang namanya KSP Moeldoko itu adalah bagian dari Istana, bagian dari pemerintahan."
"Jadi susah sekali untuk tidak menciptakan satu reaksi publik yang nomor tiga tadi itu, seolah-olah Pak Jokowi tidak berdaya atau tidak tahu bagaimana harus menyikapi ini," terangnya.
Saat ditanya Najwa Shihab soal desakan sejumlah pihak yang meminta Moeldoko mundur dari jabatannya sebagai KSP, Hikam tak menjelaskan secara gamblang.
Namun, Hikam menilai posisi Moeldoko saat ini mempersulit Jokowi.
"Either way, tapi yang jelas posisi Pak Moeldoko yang masih tetap menjadi bagian dari Istana itu mempersulit Pak Jokowi," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai seharusnya Jokowi mengevaluasi Moeldoko terkait aksi politik yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Pangi juga mengatakan, Jokowi wajib memecat Moeldoko secara tak hormat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan."
"Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” ujar Pangi, Selasa (9/3/2021).
Pangi mengaku khawatir jika aksi pembajakan seperti yang dilakukan Moeldoko dibiarkan, bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya.
Hal ini tentu akan merusak sistem kepartaian yang menunjang demokrasi saat ini.
Lebih lanjut, Pangi menyarankan agar Jokowi menyatakan ketidakterlibatannya dalam aksi pembajakan yang dilakukan Moeldoko.

Jika Jokowi tetap diam, ujar Pangi, justru akan menguatkan dugaan keterlibatan Istana dalam konflik Demokrat.
Sebagai bentuk ketegasan Istana tak terlibat, Pangi menyebut pemerintah bisa menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak mengikuti aturan AD/ART partai.
Hal ini dilakukan sebagai tindakan pemerintah untuk meyakinkan tak adanya dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Demokrat.
“Pemerintah juga harus meyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” pungkasnya.