Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Cerita Otobus di Sleman, Sudah Terpukul Pandemi Covid-19, Kini Ditambah Aturan Larangan Mudik

Perusahaan bus sangat terdampak pandemi, apalagi sekarang ditambah larangan mudik, dirasa menyulitkan, bahkan berpengaruh sangat signifikan. 

Editor: Agil Trisetiawan
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Gerbang Jalan Tol Layang Jakarta - Cikampek di Karawang ditutup, Sabtu (2/5/2020). Penutupan Jalan Tol Layang Jakarta - Cikampek dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 selama masa mudik Idul Fitri 1441 H. 

TRIBUNSOLO.COM - Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Sleman, Juriyanto Hadiwiyanto berharap ada perhatian dari pemerintah bagi para pelaku bisnis transportasi.

Pasalnya, dampak pandemi, apalagi sekarang ditambah larangan mudik, dirasa menyulitkan, bahkan berpengaruh sangat signifikan. 

"Akibat pandemi (COVID-19) saja, kami sudah seperti ini sulit. Apalagi, ditambah mudik dilarang. Wah, sangat berdampak luar biasa," kata dia, kepada Tribunjogja.com, Jumat (16/4/2021). 

Mudik lebaran menurutnya adalah momentum yang sebenarnya paling ditunggu.

Karena menjadi masa "panen" bagi bisnis transportasi.

Baca juga: Antisipasi Mudik, Perbatasan di Solo dan Sukoharjo Bakal Dijaga Ketat

Baca juga: Larang Warga dari Luar Solo Mudik Lebaran, Gibran: Kalau Mudik Lokal Tak Masalah

Baca juga: Tak Semudah Itu Mudik ke Solo, Hasil Swab Reaktif Atau Tidak, Pemudik Nekat Wajib Jalani Karantina

Baca juga: Bukan Antigen, Gibran Minta Warganya di Perantauan Bawa Swab Tes PCR Jika Terpaksa Mudik ke Solo

Namun adanya pelarangan dari Pemerintah, langsung mematahkan harapan tersebut, karena dipastikan berpengaruh pada penumpang. 

Juriyanto mengungkapkan, semenjak dihantam pandemi Corona, penumpang armada antar kota dalam provinsi (AKDP) nyaris tidak ada.

Sebab, segala kegiatan dan tempat-tempat hiburan diberlakukan pembatasan, sehingga mobilitas masyarakat untuk bepergian semakin berkurang.

Kalaupun berpergian, warga lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. 

Alhasil, tidak ada pendapatan yang masuk.

"Bertahan saja kami tidak bisa. Artinya, untuk menutup biaya operasional saja, kami tidak sanggup," ungkap dia.

Ilustrasi Bus
Ilustrasi Bus (TribunSolo.com/Adi Surya)

Organda Kabupaten Sleman, memiliki anggota sekitar 150 armada.

Terdiri dari angkudes dan bus antarkota dari beberapa operator.

Dari jumlah tersebut saat ini tidak semuanya beroperasi karena minim penumpang.

Sehingga beberapa perusahaan terpaksa mengandangkan armada sembari menunggu situasi kembali normal. 

"Pergerakan penumpang tidak ada. Mau keluar pasti nombok. (Yang didapat) tidak nutup untuk membeli solar," ujarnya. 

Apalagi, sekolah dan mahasiswa--yang selama ini menjadi langganan penumpang--masih belajar daring di rumah.

"Kita paling cuma membawa orang yang mau ke pasar saja," imbuh dia.

Baca juga: Nekat Mudik ke Sukoharjo? Bawa Surat Antigen Tetap Dikarantina 5 Hari, Tak Bawa Apalagi 14 Hari

Baca juga: Sempat Tegas Larang Mudik ke Solo, Kini Gibran Bersikap : Kalau Terpaksa, Bawa Hasil Swab PCR

Juriyanto mengatakan, satu armada tiap kali beroperasi, biasanya membutuhkan biaya sekitar Rp 100 ribu, untuk kebutuhan membeli solar.

Setelah seharian berputar mengelilingi sudut kota, jumlah penumpang sedikit, penghasilan yang didapat tidak lebih dari nominal tersebut.

Sebagian pengusaha, menurutnya masih ada yang sengaja beroperasi, hanya karena ingin ada rutinitas dan memanaskan mesin armada. 

"Sebagian ada yang jalan, itupun nombok. Bisa pulang bawa puluhan ribu saja, sudah alhamdulillah," ujar Juriyanto.

Pihaknya berharap ada perhatian dari pemerintah.

Misalnya dalam bentuk insentif bebas biaya pajak atau pun bentuk lainnya.

"Kami minta, paling tidak pengusaha dan pengemudi transportasi ini dipikirkan," harapnya. 

Selain bidang usaha transportasi, kebijakan larangan mudik lebaran juga dinilai berdampak bagi pengusaha Hotel dan Restoran.

Ketua PHRI Kabupaten Sleman Joko Paromo mengatakan, kebijakan pemerintah yang melarang mudik lebaran 2021 sangat memberatkan, di tengah upaya untuk bangkit akibat pandemi corona.

Kendati demikian, pihaknya mengapresiasi.

Sebab, dengan kebijakan itu, berarti pemerintah peduli dengan rakyat karena diharapakan dapat mengurangi penularan. 

"Adanya larangan mudik ini, sebenarnya berat. Bukan hanya di Sleman, di daerah lain juga keberatan. Tapi mau bagaimana. Dengan kebijakan ini, artinya pemerintah juga peduli dengan rakyat, untuk mengurangi penularan COVIDovid-19," katanya.  

Ia berharap, COVID-19 ini segera berakhir.

Pasalnya, sejak dihantam pandemi, bisnis pariwisata termasuk hotel dan restoran kondisinya memprihatinkan.

Bahkan, hingga kini masih sepi. 

"Kondisinya sekarang masih sepi. Belum bagus. Buka bersama (ramadan) juga belum ramai, karena kan ada pembatasan saat bergerombol. Jadi, hotel dan resto masih prihatin," ungkap Joko.

Ilustrasi bus di Terminal Induk Tipe A Giri Adipura Wonogiri pada Jumat (27/3/2020).
Ilustrasi bus di Terminal Induk Tipe A Giri Adipura Wonogiri pada Jumat (27/3/2020). (TribunSolo.com/Agil Tri)

Perhimpunan Hotel dan Restoran di Kabupaten Sleman memiliki 120 anggota.

Menurut Joko, hampir semuanya sudah buka dan menerapkan protokol kesehatan.

Meskipun mudik dilarang, pihkanya tetap optimis, pasca lebaran nanti akan ada kenaikan okupansi meskipun tipis.

Ia memperkirakan kenaikan okupansi setelah tanggal 17 Mei berkisar antara 10 - 15 persen.

Hal itu seiring program vaksinasi yang sekarang terus digalakkan oleh Pemerintah. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved