Berita Sragen Terbaru
Disperindag Sragen Tak Bisa Kendalikan Harga Kedelai Impor, Pengrajin Tahu dan Tempe Minta Subsisdi
Seminggu terakhir, perajin tahu di Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan / Kabupaten Sragen mengeluhkan naiknya harga kedelai impor menye
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Agil Trisetiawan
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Seminggu terakhir, perajin tahu di Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan / Kabupaten Sragen mengeluhkan naiknya harga kedelai impor menyentuh Rp 11.000.
Tingginya harga kedelai, membuat perajin kewalahan, lantaran modal habis untuk membeli bahan baku.
Sedangkan, para perajin juga masih bertanggungjawab atas biaya operasional, seperti bahan bakar dan juga membayar gaji karyawan.
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Disperindag Kabupaten Sragen, Muh. Farid Wajdi menyebutkan harga kedelai di 3 pasar yang dijadikan barometer berada diatas Rp 10.000.
"Kita gunakan 3 pasar jadi barometer, di Pasar Bunder Sragen harga kedelai Rp 10.250 dari distributor, sedangkan di Pasar Gondang dan Pasar Gemolong sebesar Rp 10.900," jelasnya kepada TribunSolo.com, jumat (28/05/2021).
Baca juga: Dicari : Ibu Muda Asal Sragen yang Hilang Tanpa Jejak, Kini Polisi Ikut Mencarinya & Memeriksa CCTV
Baca juga: Jeritan Perajin di Sragen Gegara Kedelai Mahal : Terpaksa Akhiri Mogok,Tak Tega Kecilkan Ukuran Tahu
Baca juga: Tiga Korban Kecelakaan Maut di Sragen Sudah Dikebumikan, Ibu dan Anak Satu Liang Lahat
Baca juga: Nasib Pria Sragen, Depresi karena Sakit & Diceraikan Istri, Nekat Akhiri Hidup Dilindas Kereta Api
Setelah diperiksa oleh Pemprov Jawa Tengah, ternyata harga kedelai impor saat pertama tiba di Indonesia tembus diharga Rp 10.150.
"Katanya harga (kedelai) turun dari kapal dari Amerika sekitar 10.150, terus dari mereka sudah ada tindak lanjut dari kementerian, kenaikan harga kedelai ditahan hingga lebaran," paparnya.
Karena barang tersebut impor, pihak Disperindag Kabupaten Sragen tidak dapat melakukan intervensi.
Disperindag juga sudah menggalakkan petani untuk menanam kedelai, namun petani enggan melakukannya.
"Untuk penanaman kedelai, petani lebih memilih menanam padi, karena hasilnya lebih banyak, sehingga ketergantungan terhadap kedelai impor masih tinggi," tambahnya.
Selanjutnya, Pemkab Sragen akan berkoordinasi dengan Pemprov Jawa Tengah untuk kembali menstabilkan harga kedelai.
"Kita sudah ajukan untuk operasi, kita sudah minta, Sragen untuk diprioritaskan," kata dia.
Selain itu, salah satu perajin tahu, Rusdiyanto meminta kepada Pemerintah untuk diberikan subsidi kedelai, alih-alih bantuan ekonomi.
"Nggak dapat dana UMKM tidak jadi masalah, namun kedelai bisa disubsid, pas kedelai naik 6000,langsung dapat subsidi, harga kedelai bisa turun, tolong dari pemerintah kasih subsidi," pintanya.
Dengan meroketnya harga kedelai, maka konsumen dimohon untuk mengerti, perihal harga tahu di pasar naik, atau ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan biasanya.
Sempat Mogok
Perajin tahu di Kampung Teguhan, Sragen Wetan, Kabupaten Sragen kembali beroperasi, Jumat (28/5/2021).
Adapun sejumlah perajin sempat mogok tak produksi imbas protes harga kedelai yang terus melambung tinggi.
Salah satu perajin tahu, Edi mengatakan tidak ada pilihan lain untuk kembali produksi di tengah harga kedelai impor yang semakin mencekik.
"Lha mau gimana lagi? Kan kita juga butuh makan, kemarin sempat ikut mogok selama 2 hari, ini kan juga mata pencarian utama warga sini," katanya kepada TribunSolo.com.
Baca juga: Korea Utara Mundur dari Kualifikasi Piala Dunia 2022: Malaysia Rugi, Butuh Bantuan Timnas Indonesia
Baca juga: Harga Kedelai Impor Naik & Mencekik, Perajin di Sragen Mogok Produksi, Tak Mau Kecilkan Ukuran Tahu
Menurut dia, harga kedelai yang menyentuh Rp 11.000 per kilogram ini merupakan harga tertinggi, semenjak pabriknya beroperasi sejak 35 tahun yang lalu.
"Dulu paling tinggi pernah menyentuh harga Rp 10 ribu," tambahnya.
Harga kedelai yang terus naik, berimbas pada berkurangnya pemasukan, lantaran para pengusaha tak tega memperkecil ukuran tahu.
"Keuntungannya nanggung, mau memperkecil potongan tahu, ya sebenarnya nggak tega, tapi mau gimana lagi," jelasnya.
Selama ini, harga normal kedelai impor yakni Rp 6.500 hingga Rp 7.500 per kg.
Tak hanya harga kedelai, harga minyak goreng pun ikut naik.
"Kita juga ada tanggungan biaya produksi, bahan bakar, minyak goreng saat ini juga ikut naik sampai Rp 5 ribu," ungkapnya.
Dia berharap, Pemkab Sragen dapat memberikan solusi, agar harga bahan baku dapat kembali turun dan stabil.
"Ya, segera ngerti dengan keadaan sekarang, harga kedelai segera stabil lagi, yang penting agar pengusaha biar berjalan dengan lancar lagi," harapnya.
Mogok Produksi
Perajin tahu di Kabupaten Sragen mogok produksi karena harga kedelai impor semakin melambung tinggi.
Pengusaha tahu di Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Tengah, Suwarno mengatakan, selain dirinya ada puluhan perajin tahu angkat tangan mengatasi harga kedelai.
Bahkan tambah terpuruk karena harga minyak goreng naik terus.
"Harga kedelai Rp 11.000 dan minyak goreng Rp 15.000, naik terus, awal harga kedelai masih Rp 7.000," ungkap dia kepada TribunSolo.com, Kamis (27/5/2021).
Baca juga: Kronologi Anggota DPRD Solo Semprot Pramugari Gegara AC Mati, hingga Bagikan Momen di Dalam Pesawat
Baca juga: 7 Minuman yang Dapat Menetralisir Kolesterol Tubuh, Termasuk Susu Kedelai hingga Jus Tomat
"Padahal di sini setiap hari bisa memproduksi tahu dengan menghabiskan 1 kwintal kedelai,” terangnya menekankan.
Bahkan, kini pengusaha tahu menurutnya telah berhenti beroperasi sejak Selasa, (24/05/2021) lalu.
Sebelumnya, saat harga kedelai mulai naik, produsen tahu menyiasati dengan mengurangi ukuran tahu.
"Kemarin kita masih bisa merubah potongan tahu agak kecil namun lama-lama bahan baku udah naik lagi, konsumen juga nggak mau kalau ukuran tahu diperkecil," jelasnya.
Selain terbebani dengan biaya bahan baku yang terus melambung tinggi, produsen tahu juga memiliki beban laik, yakni memenuhi ongkos produksi.
"Semua produsen di sini tak mampu lagi menyiasati harga kedelai impor yang semakin hari semakin naik," aku dia.
"Dan ada beban ongkos produksi untuk membayar karyawan," jelasnya. (*)