Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Kagetnya Petugas di Sukoharjo, Ada Warung Mentok Diduga Jual Daging Anjing, Kini Diuji Laboratorium

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukoharjo mendapati laporan warung sate gukguk masih beroperasi.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Istimewa
ILUSTRASI : Anjing yang akan disembelih menjadi santapan dan mentok. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sukoharjo mendapati laporan warung sate gukguk (daging anjing) masih beroperasi.

Padahal, dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo telah melarang adanya jual-beli makanan olahan daging anjing itu.

Kepala Satpol PP Sukoharjo Heru Indarjo mengatakan, warung yang sebelumnya menjual olah daging anjing telah beralih berjualan olahan daging mentok.

"Awalnya kami melakukan razia, dan mereka mengatakan sudah tidak menjual sate guk-guk lagi, sudah berganti sate mentok," katanya kepada TribunSolo.com, Rabu (2/6/2020).

Baca juga: Audiensi Pedagang Daging Anjing dan Pemkab Sukoharjo: Diminta Segera Beralih Dagangan

Baca juga: 78 Anjing Dibungkus Karung Diamankan Petugas, Ternyata Akan Dikirim ke Solo untuk Diolah Makanan

Namun, Satpol PP Kabupaten Sukoharjo mendapati laporan dari masyarakat jika masih ada yang berjualan sate guk-guk.

Meski menu utamanya diganti dengan sate mentok.

"Ya, ada dugaan seperti itu. Nanti kami dengan dinas terkait akan melakukan sidak untuk mengambil sample dagingnya," ujarnya.

"Nanti akan diuji lab juga, untuk mengetahui apakah itu daging anjing atau bukan," tambahnya.

Heru berharap, para pedagang sate guk-guk bisa kooperatif dan mematuhi aturan dari Perda yang ada.

"Aturan di Perda sudah jelas, tidak boleh ada jual beli daging anjing. Meski itu bukan menu utama, tetap saja tidak boleh," pungkasnya.

Tak Segan Robohkan

Satpol PP Kabupaten Sukoharjo masih memberikan toleransi bagi penjual olahan daging anjing.

Menurut Perda Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, pedagang dilarang melakukan usaha penjualan, pemotongan daging, baik mentah atau olahan berasal dari hewan non pangan.

Olahan daging non pangan dalam Perda tersebut meliputi anjing, ular dan biawak, sedangkan babi tidak.

Heru mengatakan, setelah mediasi yang dilakukan antara pedagang sate guk-guk, Satpol PP, DPRD, dan dinasi tekait, pihaknya memberi waktu bagi para pedagang.

"Kami minta para pedagang sate guk-guk beralih menjual olahan daging pangan," katanya.

Heru mengatakan, batas waktu untuk transisi para pedagang sate guk-guk masih dalam pembahasan dengan para pedagang.

Baca juga: Bu Tut Tukang Sayur Tak Muncul Lagi di Tukang Ojek Pengkolan, Kondisinya Terkini Diungkap Mbak Yuni

Baca juga: Gandeng Gramedia Slamet Riyadi, SMPN 5 Surakarta Kini Punya Smart Library, Ini Fungsinya

Namun, jika sampai batas waktu transisi berakhir, dan masih ada pedagang yang masih menjual olahan daging non pangan.

Pihaknya tak segan-segan akan memberikan sanksi tegas.

"Kita pasti akan memberikan peringatan dulu," ucapnya.

"Kalau peringatan satu, dua masih ngeyel. Nanti tendanya kami bongkar," pungkasnya.

Mempertanyakan Perda

Para pedagang olahan daging non pangan masih mempertanyakan terkait Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Ketua PKL Guyup Rukun Dani Kristiawan mengatakan, pedagang tak pernah diajak diskusi terkait Perda tersebut.

"Kami tidak diajak rembugkan saat membuat aturan, tau-tau sudah jadi Perda. Kami tidak dilibatkan," katanya.

"Yang dilibatkan adalah perwakilan Paguyuban PKL secara umum," imbuhnya.

Dani juga menyebut bahwa pedagang daging anjing tidak diberikan sosialisasi terlebih dahulu mengenai larangan itu.

Mendadak, pedagang sudah mendapatkan Surat Peringatan 1 dan 2 dari Satpol PP.

"Kita tidak dikumpulkan dulu, tidak diberi solusi, tau-tau dapat SP. SP 1 sepekan sebelum lebaran, SP 2 sepekan lalu. Kemudian kita buat surat ke DPRD untuk minta solusi," katanya.

Dani juga mempertanyakan kenapa hanya daging anjing, ular dan biawak yang di masukan kategori olahan non pangan, sedangkan babi tidak.

Padahal, kata dia, anjing yang dibeli sudah mengantongi keterangan kesehatan hewan ternak dari Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

Baca juga: Kamar RS untuk Isolasi Covid-19 di Kudus Penuh, Gubernur Ganjar : Kalau Perlu RS di Solo Bisa Bantu

Baca juga: Viral Pembantaian Sadis 11 Anjing di Pacitan, Dipukul Linggis lalu Dibakar, Polisi Kantongi Pelaku

"Kalau daging anjing membawa penyakit, kami para pedagang pasti dapat komplain dari para konsumen," ujarnya.

"Kenyataannya, selama puluhan tahun gak ada komplain," imbuhnya.

Dia menuturkan, tidak memaksa masyarakat untuk membeli makanan olahan anjing itu. Karena untuk pembeli yang tidak tau, maka akan diingatkan oleh pedagang.

"Kami juga tidak mempromosikan jualan kami. Buka warung, ada pembeli ya dilayani," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved