Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Geger Wacana Pajak Sembako, Ekonom Kwik Kian Gie : Kenapa Tidak Fokus ke Pandemi Dulu ?

Munculnya wacana Pajak Sembako, Ekonom senior Kwik Kian Gie angkat bicara  atas wacana tersebut

Editor: Azfar Muhammad
tribunnews batam/dewi haryati
Ilustrasi sembako yang dijual di warung. 

TRIBUNSOLO.COM,- Munculnya wacana Pajak Sembako, Ekonom senior Kwik Kian Gie angkat bicara  atas wacana pemerintah tersebut.

Kwik Kian Gie menanggapi soal pemberian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada barang pokok (sembako) di Indonesia yang digagas oleh pemerintah.

Ia mempertanyakan soal alasan munculnya wacana itu di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, saat ini pemerintah lebih baik berfokus menyelesaikan masalah pandemi Covid-19, bukannya memunculkan wacana pemberian pajak.

"Yang terpenting adalah fokusnya itu, memberantas pandemi atau fokus yang lain ?." ucap Kwik Kian Gie, Selasa (15/6/2021).

"Mengapa di dalam pandemi, urusan pajak yang dicuatkan?," tambahnya. 

Pakar ekonomi senior, Kwik Kian Gie
Pakar ekonomi senior, Kwik Kian Gie (KOMPAS/ALIF ICHWAN)

Baca juga: Geger Wacana Sembako Bakal Kena Pajak, Dahlan Iskan: Untung Dokumen PPN Sembako Ini Bocor

Baca juga: Klarifikasi Menkeu Sri Mulyani soal Jenis Beras & Daging yang Bakal Dikenai Pajak, Jangan Panik Dulu

"Sekarang ada pandemi, ada sesuatu yang sangat darurat. Kenapa tidak fokus ke masalah ini dulu, yang lain lain nanti belakangan," imbuh dia.

Diketahui, wacana pajak sembako ini tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang belum dibahas oleh DPR.

Meskipun DPR belum membahasnya, kata Kwik Kian Gie, wacana pajak sembako perlu didiskusikan secara matang-matang di depan publik.

Baca juga: Potret Paul Pogba sebagai Muslim Sejati, Turunkan Minuman Beralkohol saat Sesi Jumpa Pers EURO 2020

Baca juga: Viral Transformasi Pria Thailand Sukses Turunkan Berat Badan 81 Kg dalam Setahun, Apa Rahasianya?

"Semakin lama waktu yang tersedia untuk berdiskusi secara mendalam, mencari angka-angka dan sebagainya, semakin baik," jelasnya.

Sebab, menurutnya, saat ini pemerintah seharusnya fokus menangani masalah virus Covid-9.

"Sekarang ada yang mendesak pandemi, ya pandemi dulu. Yang perpajakan karena dulu dibiarkan, ya diabiarkan dulu sampai pandemi selesai," ungkap mantan Kepala Bappenas itu. 

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjawab alasan di balik wacana pajak sembako.

Dikatakannya, wacana pajak tersebut bertujuan untuk menata sistem penarikan pajak yang lebih adil.

Dimana, kalangan masyarakat ke atas bisa dikenai tarif pajak lebih besar.

"Kita ingin menata supaya sistem perpajakan lebih berkeadilan. Yang mampu, membayar lebih besar. Yang tidak mampu, ditolong," jucap Yustinus.

Lebih lanjut, Yustinus mengatakan wacana pajak sembako dalam RUU KUP itu memakai sistem pajak multitarif.

"Dengan skema tarif itu justru kita bisa membedakan, yang membeli barang mewah dia bisa dikenai tarif tinggi, barang kebutuhan pokok kena tarif rendah, bahkan tidak dipungut."

"Dan ada yang kita siapkan nanti dengan UU ini, seperti susu formula, popok bayi, atau bahkan pembalut wanita yang kena 10 persen dengan skema ini bisa dikenai 5 persen," jelas Yustinus.

Menkeu Tegaskan PPN Sembako Hanya untuk Jenis Premium, Bukan yang Dijual di Pasar Tradisional

sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan klarifikasinya terkait isu penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembako.

Klarifikasi tersebut disampaikan Sri Mulyani melalui Instagran pribadinya @smindrawati, Senin (14/6/2021).

Sri Mulyani menegaskan pajak sembako yang akan diterapkan bukan untuk sembako yang dijual di pasar tradisional dan menjadi kebutuhan masyarakat umum.

Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum," tulis Sri Mulyani dalam unggahannya.

Menurutnya pemungutan pajak juga tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, tapi disusun kembali untuk melaksanakan azas keadilan.

"Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan"

"Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN)."

"Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak."

"Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak," sambungnya.

Baca juga: CPNS Basarnas 2021: Dibuka Formasi Rescuer Pemula untuk Lulusan SMA Sederajat

Dengan Pajak yang Lemah Dikuatkan yang Kuat Memberi Kontribusi

Lebih lanjut Sri Mulyani menekankan jika azas keadilan dalam perpajakan itu akan membantu yang lemah dan yang kuat membantu serta memberikan kontribusi

"Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," jelas Menkeu.

Terlebih dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, pemerintah justru sedang memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi.

Baca juga: Waduh, Bandung Raya Siaga 1 Covid-19 : PTM Akan Ditunda Lagi & Akan Diberlakukan WFH

Misalnya, Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan.

"Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan."

"Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru," pungkasnya. (*) 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Isu Pajak Sembako di Tengah Pandemi, Pemerintah Diminta Fokus Tangani Covid19

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved