Berita Solo Terbaru
Kisah Bocah Temani Ayahnya yang Tunanetra Ngamen Keliling Solo, Tidak Mengeluh Berangkat Jam 3 Pagi
Perjalanan hidup bocah 9 tahun bernama Melya Damayanti tidak mudah, tetapi dia menunjukkan baktinya kepada orangtuanya.
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Muhammad Irfan Al Amin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Perjalanan hidup bocah 9 tahun bernama Melya Damayanti tidak mudah, tetapi dia menunjukkan baktinya kepada orangtuanya.
Disaat anak sebanyanya bisa bebas bermain, tetapi waktu-waktu tertentu menemani ayahnya Sony Wardana (41) yang menjadi pengamen tunanetra.
Dari pasar satu ke pasar yang lain, bocah kelas 3 SD itu tak malu dan tak mengeluh demi menuntun ayahnya yang tak bisa melihat tersebut.
Setiap harinya Melya harus menemani ayahnya mengais rezeki dari pagi buta sekitar pukul 03.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB.
Baca juga: Dikira Meninggal, Pasien Covid-19 di Klaten Masih Hidup : Terlanjur Gali Kubur & Saudara Berdatangan
Baca juga: Viral Tunanetra Disebut Kena Denda Rp 50 Ribu karena Masker Melorot, Ternyata Ini Faktanya
Perjalanannya dimulai dari rumah kontrakannya yang sederhana di Kampung Banyuagung RT 05 RW 04, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari ke pasar-pasar.
Mulai kawasan Pasar Gede, Pasar Legi hingga Pasar Jebres yang jaraknya cukup jauh.
"Iya saya menuntun ayah (memandu dan mengarahkan saat jalan)," aku Melya kepada TribunSolo.com, Rabu (11/8/2021) malam.
Namun Sony mengaku, sebenarnya dirinya bisa berjalan mengarungi jalanan seorang diri.
"Kalau tanpa Melya dibantu tongkat dan indra pendengaran saya cukup tajam," kata dia.
"Tapi masalahnya saya sering nabrak dan ditabrak, daripada bermasalah akhirnya saya minta Melya menemani," jelasnya.
Uniknya, Melya tak pernah berkeluh kesah kepada sang ayah meski harus berpeluh keringat dan bangun di kala gelap.
Ditambah lagi jarak tempuh mengamen mereka tidak terbilang dekat, dari Pasar Gede-Pasar Legi- Pasar Jebres.
Semuanya dilakukan dengan jalan kaki.
"Palingan cuma bilang, ayah capek, atau ayah minta jajan," kisahnya.
Bahkan tak hanya sebagai penunjuk jalan, Melya juga menjadi jubir bagi ayahnya di setiap transaksi pembelian.
"Terkadang kalau anak saya jajan suka dikasih gratis, padahal sudah suruh untuk bayar," terangnya.
Baca juga: Kisah Sartono, Seniman Tunanetra Pembuat Patung Asal Klaten: Tak Bisa Melihat Sejak Kelas 3 SD
Baca juga: Driver Ojol Lepas Tembakan Peringatan Bikin Pelaku Sabung Ayam Kabur, Ternyata Kapolsek Menyamar
"Tapi karena sudah dekat dengan para pedagang atau mungkin karena kasihan, mau ambil jajan suka dikasih gratis," imbuhnya.
Melya yang sudah ditinggal ibunya di saat berumur 4 tahun tersebut bercita-cita untuk menjadi seorang dokter.
"Ibunya pergi dengan laki-laki lain saat dia berumur 4 tahun," ungkapnya.
"Kini hanya saya dan neneknya yang saling bahu membantu masa depan Melya, semoga cita-citanya terwujud," harapnya.
Tak Mau Membebani Orang
Hidup seorang pengamen tunanetra asal Kota Solo sungguh menyentuh hati.
Meski tak bisa melihat, Sony tak mau membebani orang lain dengan keterbatasannya.
Baca juga: Kisah Bakul Bakso Keliling Gowes Sejauh 650 Km dari Tangerang ke Wonogiri : Demi Sambut HUT ke-76 RI
Baca juga: Kisah Buruh Bangunan di Solo, Gali Lubang Tutup Lubang hingga Iklankan Gadai Rumah Demi Bayar Utang
Terbukti dirinya lebih memilih menunjukkan skill bermusiknya di hadapan khalayak warga.
Dirinya mampu bermain alat musik seperti gitar, ukulele, hingga harmonika.
Uniknya, Sony belajar secara otodidak tanpa ada satu guru khusus yang mengajarinya, karena ingkungan dan keadaan yang membentuknya.
"Ya otodidak," kata dia kepada TribunSolo.com.
Buta Karena Kecelakaan
Sony sapaan akrabnya lahir pada pada tahun 1980, selayaknya bayi biasa, seluruh organ panca indra dan fisiknya normal.
Tanpa ada keluhan apapun.
Namun nikmat itu raib dari dirinya, saat berusia 19 tahun.
Sony mengalami kecelakaan hingga menyebabkan organ syaraf matanya rusak, dan dia harus buta total.
"Waktu itu ada konflik keluarga perkara warisan, saya curiga ada oknum keluarga yang menyerang saya hingga membuat saya celaka," katanya.
Baca juga: Aplikasi Persis Solo Segera Melantai : Daftar Akun Gratis, Fitur Masih Berita & Daftar Vaksinasi
Baca juga: Perasaan Campur Aduk Keluarga di Kalikotes Klaten : Gali Liang Lahat, Ternyata Ibunya Masih Hidup
Saat dikonfirmasi apakah dirinya membuat laporan ke polisi, dirinya lebih memilih enggan dan mengikhlaskan hal tersebut.
"Saya sudah tak bisa berbuat apa-apa, hubungan keluarga juga menjadi renggang, akhirnya ya pasrah," ungkapnya.
Akibat kebutaannya, Sony harus berjuang dalam menghadapi hidup.
Berbagai bidang ilmu dia tekuni dari bermain musik hingga menjadi tukang pijat.
"Saya ini belajar pijat refleksi, setidaknya Rp 300 ribu sekali menggunakan jasa saya," ujarnya.
Dirinya yang tak pernah mengenyam bangku SLB juga tak bisa membaca huruf braile dan hanya mengengandalkan putri semata wayangnya.
"Baca, tulis, balas pesan, menghitung uang, hingga urusan transaksi semuanya putri saya yang melakukan," terangnya.
Bahkan lika-liku perjalanan Sony menjadi sorotan di sosial media, sehingga Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sudah mencari alamatnya dan di mana dia bermukim.
"Tadi kantor kelurahan sudah mendata dan belum tahu buat apa," aku dia. (*)