Berita Sragen Terbaru
Anehnya Gua di Sragen yang Ada Sejak Penjajahan Belanda Ini, dari Luar Kecil, di Dalam Muat 20 Orang
Pangeran Mangkubumi sempat mendirikan sebuah pemerintah di Desa Pandak, Kecamatan Masaran, yang kini disebut sebagai Kabupaten Sragen.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Ternyata di Kabupaten Sragen memiliki banyak cerita masa lampau yang tak banyak orang tahu.
Apa itu? Ya, satu di antaranya adalah cerita asal-usul gua di bawah akar pohon beringin di Dukuh Gebangkota, Desa Gebang, Kecamatan Masaran.
Letaknya tak jauh dari jalan raya, dan berada di tepi Sungai Mungkung.
Kondisinya begitu istimewa, karena di sekitarnya sudah menjalar akar di mana-mana.
Baca juga: Jejak Pangeran Mangkubumi di Jenar : Buat Keraton Ing Alaga, Warga Sering Temukan Batu Bata Raksasa
Baca juga: Misteri Perusakaan SDN di Boyolali Belum Terpecahkan, Polisi Pun Hentikan Penyelidikan Sementara
Menurut Perangkat Desa Gebang, Jumali mengatakan konon gua tersebut digunakan sebagai tempat persembunyian Pangeran Mangkubumi dari kejaran pasukan penjajah Belanda.
Sebelumnya, diketahui Pangeran Mangkubumi keluar dari Keraton Surakarta untuk melakukan pemberontakan terhadap penjajah Belanda.
Pangeran Mangkubumi sempat mendirikan sebuah pemerintah di Desa Pandak, Kecamatan Masaran, yang kini disebut sebagai Kabupaten Sragen.
Karena dirasa Desa Pandak kurang strategis, Pangeran Mangkubumi melanjutkan gerilyanya ke Desa Gebang.
"Dan di gua inilah, menurut cerita Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya bersembunyi dari kejaran Belanda untuk sementara waktu," katanya kepada TribunSolo.com, Rabu (22/9/2021).
Jika dilihat sekilas, nampak mulut gua tersebut berukuran sangat kecil.
"Namun, menurut orang yang memiliki kemampuan lebih, di sebelah kanan itu ada ruangan yang cukup luas, bahkan bisa muat 20 orang," jelasnya.
Gua tersebut juga terkenal sebagai gua yang bisa dimasuki orang satu kampung, meski ukurannya sangat kecil.
Satu kampung yang dimaksud, bukan kampung yang ada di jaman era modern saat ini, yang penduduknya bisa mencapai ratusan orang.
Namun, di zaman penjajahan Belanda, dalam satu kampung biasanya hanya dihuni 20-30 orang saja.