Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Mitos Lihat Ular Raksasa di Makam Kuno Pangeran Sukowati di Tanon, Keinginannya Tak Akan Terkabul

Di pelosok Kabupaten Sragen, terdapat tempat peristirahatan terakhir seorang tokoh yang dinamakan Makam Pangeran Sukowati.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Makam Pangeran Sukowati di bawah pohon berusia ratusan tahun di Dusun Pengkol, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Di pelosok Kabupaten Sragen, terdapat tempat peristirahatan terakhir seorang tokoh yang dinamakan Makam Pangeran Sukowati.

Makam tersebut tepatnya berada di Dusun Pengkol, Desa Kecik, Kecamatan Tanon.

Kompleks itu terdiri dari satu Makam Pangeran Sukowati dan delapan makam pengikutnya.

Selama ini, makam tersebut dikenal sebagai keramat, sehingga tak sembarangan bagi warga dan peziarah yang selalu berdatangan.

Pangeran Sukowati yang dimaksud ialah Raden Jambu, anak dari Ki Ageng Pemanahan, serta anak dari Raja pertama Pangeran Pajang.

Pintu selamat datang di Makam Pangeran Sukowati di Dusun Pengkol, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen.
Pintu selamat datang di Makam Pangeran Sukowati di Dusun Pengkol, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen. (TribunSolo.com/Septiana Ayu)

Makam tersebut dikelilingi pohon-pohon besar yang sudah berusia ratusan tahun mulai jenis kepoh, ringin, serut, mahoni, dan bulu.

Maka dari itu di sekitar lokasi makam yang berada di pedesaan itu tampak rindang dan sejuk.

Cerita mistis pun bermunculan yang kebanyakan dirasakan oleh para peziarah.

Juru Kunci Makam Pangeran Sukowati, Daryanto mengungkapkan, banyak peziarah yang melihat sosok-sosok tak kasat mata.

"Kalau kata peziarah, banyak yang melihat makhluk tak kasat maya, ada yang pernah melihat harimau hingga ular sangat besar," katanya kepada TribunSolo.com, Rabu (3/11/2021).

Baca juga: Biodata Ipda Sigit, Kanit di Satuan Binmas Polres Sragen : Usai Kerja Tak Malu Bertani dan Urus Sapi

Baca juga: Alasan Makam Kucing Raja PB X Tak Dipindahkan saat Proyek Pelebaran Jalan Ir Soekarno Sukoharjo 

Selain itu juga, warga juga sering melihat sosok berpakaian serba hitam dengan ikat di kepala.

"Bahkan, peziarah juga pernah menjumpai pasukan berkuda berjumlah 5 orang," aku dia.

Terkait penampakan ular tak biasa, mitos yang berkembang, maka peziarah yang melihatnya maka permintaannya tidak terkabul.

"Tapi itu percaya ya tidak percaya, hanya cerita dari peziarah saja," ucapnya.

Makam Pangeran Sukowati hingga kini, masih sering digunakan untuk ziarah warga, baik dari Sragen maupun luar Sragen.

Biasanya, peziarah datang saat malam Jumat Legi, yang dipercaya sebagai weton dari Pangeran Sukowati.

Puncaknya, banyak peziarah yang datang pada malam 1 suro, penanggalan Jawa.

"Sebelum 1 suro, atau istilah jawanya mapak tanggal (menjemput tanggal) biasanya juga ramai," jelasnya.

Kompleks makam Pangeran Sukowati hingga kini, masih sering digunakan untuk kegiatan warga, seperti nyadran atau bersih desa.

"Nyadrannya setahun dua kali, pas habis panen dan habis menanam padi," jelas dia.

Baca juga: Terpopuler Solo Hari Ini: Balita di Solo Dilarang Masuk Mall Hingga Penipuan Deni Sumargo di Sragen

Sosok Pangeran Sukowati

Daryanto mengatakan berdasarkan cerita turun temurun, makam tersebut dipercaya sebagai Makam Pangeran Mangkubumi.

"Menurut cerita turun temurun Makam Pangeran Mangkubumi dari Ngayogyakarta, yang berkaitan dengan pendirian Kabupaten Sragen," katanya.

Dalam riwayatnya, Pangeran Mangkubumi setelah keluar dari kerajaan Mataram, ia lari menuju Bumi Sukowati di Kabupaten Sragen.

Sesampainya di Pandak Karangnongko, Kecamatan Masaran Pangeran Mangkubumi mendirikan sebuah pemerintahan, yang kini disebut sebagai Kabupaten Sragen.

Maka ia pun diberi gelar Pangeran Sukowati.

Baca juga: Larangan di Umbul Langse Boyolali : Jangan Jual Airnya & Ambil Ikannya, Jika Dilanggar Ini Akibatnya

Baca juga: Asal-usul Nama Dusun Mojopahit di Sambungmacan Sragen, Apa Ada Kaitannya dengan Kerajaan Majapahit?

Kemudian, Pangeran Mangkubumi berpindah tempat, lantaran di Masaran mudah diketahui oleh Belanda.

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Bengawan Solo, dan sampailah di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, dengan mendirikan Keraton ing Alaga.

Tak, lama Pangeran Mangkubumi kembali berpindah ke Jekawal, Kecamatan Tangen, sebelum akhirnya mendirikan kerajaan di Yogyakarta.

Setelah itu, Pangeran Mangkubumi bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Menurut Daryanto, jelang kematiannya, Pangeran Sukowati memutuskan untuk kembali ke Bumi Perdikan, yang ada di sepanjang pinggir Bengawan Solo.

Di tanah perdikan itulah, Pangeran Sukowati menghabiskan hidupnya hingga meninggal dunia.

"Alasan ada Makam Pangeran Sukowati disini ya karena dulu tanah disini dianggap sebagai tanah perdikan," ujarnya.

"Saat masih hidup, Pangeran Sukowati berpesan netepi wajib ngenggoni tanah perdikan (menepati kewajiban menempati tanah perdikan," tambahnya.

Hingga kini, makam tersebut masih sering digunakan untuk berziarah dan dianggap keramat oleh masyarakat.

"Sampai sekarang masih ramai digunakan untuk ziarah, biasanya paling ramai malam Jumat Legi," ucap dia.

Malam Jumat Legi dipilih sebagai hari berziarah, karena merupakan dianggap sebagai weton dari sosok yang dimakamkan tersebut.

Beda Versi Pangeran Sukowati

Setelah ditelusuri, ternyata sosok Pangeran Sukowati yang dimaksud bukanlah Pangeran Mangkubumi, yang kelak bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I.

Pangeran Sukowati merupakan sebuah gelar, yang mana dulu Bumi Sukowati dijadikan bumi paseman atau tempat pendidikan.

Sehingga, setelah lulus, dari era ke era maka disematkanlah gelar Pangeran Sukowati, Panembahan Sukowati dan lain-lain.

Pegiat Sejarah Bumi Sukowati, Tejo Cahyono mengatakan sosok dibalik Makam Sukowati yang ada di Desa Kecik tersebut merupakan Raden Jambu.

"Era Raden Jambu jauh sebelum Pangeran Mangkubumi, Raden Jambu merupakan putra dari Ki Ageng Pemanahan," jelasnya.

Ki Ageng Pemanahan sendiri hidup di era sebelum terbentuknya Kerajaan Mataram, menuju era Kerajaan Pajang.

Yang kemudian, anak pertama Ki Ageng Pemanahan yang bergelar Panembahan Senopati selanjutnya menjadi raja pertama Kerajaan Pajang.

Sedangkan, Raden Jambu sendiri merupakan anak kesembilan dari Ki Ageng Pemanahan, adik dari Panembahan Senopati.

"Kiprah dari Raden Jambu sendiri tidak ditunjuk sebagai raja, Raden Jambu menetap di Bumi Sukowati hingga akhir hayatnya," jelasnya.

"Selama di Bumi Sukowati, Raden Jambu banyak melakukan pengabdian-pengabdian ke rakyat langsung, serta tidak ingin masuk ke struktur kerajaan," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved