Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Diduga Orangtua tak Dukung Suami Kepsek Jadi Kades di Taput, 8 Bocah Turun Kelas

Diduga orangtua tak mendukung suami kepsek jadi Kades di Tapanuli Utara, sebanyak 8 bocah turun kelas.

Editor: Eka Fitriani
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ilustrasi siswa SD - Delapan siswa Sekolah Dasar (SD) di Tapanuli Utara (Taput) , Sumatera Utara terpaksa harus turun kelas. 

TRIBUNSOLO.COM - Sebanyak 8 siswa Sekolah Dasar (SD) di Tapanuli Utara (Taput) , Sumatera Utara terpaksa harus turun kelas.

Hal itu diduga karena masalah politik pemilihan kepala desa.

Orangtua siswa diduga tak mendukung suami dari kepala sekolah (kepsek) untuk menjadi kepala desa (kades).

Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara pun telah turun tangan dengan memanggil kepala sekolah.

Namun, kepala sekolah membantah tudingan tersebut.

Baca juga: Suami di Bandung Bacok Istri Pakai Golok, Emosi Karena Korban Suka Pinjam Uang dan Main Medsos

Baca juga: Abang Bakso Hilang Misterius Tinggalkan Gerobak di Tengah Jalan, Kini Polisi Turun Tangan

Direktur LBH Sekolah Jakarta, Rodee Nababan mengatakan, dua dari delapan bocah yang turun kelas itu adalah R (12) dan W (10).

Kedua bocah tersebut duduk di bangku kelas 6 dan kelas 4 SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.

"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang kepala sekolah di pilkades mendatang," kata Rodee, Selasa (16/11/2021).

Dikatakan Rodee, R dan W diturunkan ke kelas dua dengan alasan yang macam-macam.

Kuat dugaan, delapan bocah turun kelas karena Kepala SDN 173377 berinisial JS kesal dengan orangtua para siswa yang tidak mau memilih suaminya sebagai kepala desa.

"Kebetulan, selain sebagai Kepala SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo."

"Ya, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi kepala desa tidak didukung orangtua muridnya," ungkapnya.

Rodee mengatakan, hal itu merupakan bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap siswa.

Oleh karena itu, Rodee kemudian melaporkan kasus ini ke Polda Sumut.

Baca juga: Kedapatan Simpan Ribuan Psikotropika, Pria Asal Sragen Diringkus Polisi: Terancam 10 Tahun Bui

Baca juga: Warga Klaten yang Terdampak Tol Ramai-ramai Beli Mobil, Sales Ungkap Puluhan Terjual

Rodee melaporkan Kepala SDN 173377 berinisial JS dengan delik aduan melanggar Undang-undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

"Harapan kita persoalan ini segera diatensi aparat hukum demi keadilan."

"Sebab, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua anak ini telah mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban penyalahgunaan jabatan sang Kepsek hingga harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir," bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara, Bontor Hutasoit mengaku sudah memanggil Kepala SDN 173377 berinisial JS.

Menurut Bontor, saat pemanggilan, JS membantah tudingan tersebut.

JS mengatakan, bahwa delapan anak yang turun kelas itu karena belum fasih membaca.

"Dalam keterangannya, Kepsek SDN 173377 membantah hal itu."

"Kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca, itu jawabannya," ujar Bontor, Selasa.

Adapun kedua bocah yang dimaksud Bontor adalah R dan W.

"Kalau dapodiknya itu tetap, Kelas VI dan Kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II pada jam belajar membaca," jelasnya.

Bontor mengungkapkan, kini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan pihak kepolisian.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved