Cerita dari Solo
Sejarah Desa Lengenharjo di Sukoharjo : Tempat Sakral Raja Solo PB IX Belajar, Sebelum Naik Tahta
Desa Lengenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo punya sejarah panjang dengan Keraton Solo alias Keraton Kasunanan Surakarta.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Desa Lengenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo punya sejarah panjang dengan Keraton Solo alias Keraton Kasunanan Surakarta.
Desa ini ternyata dulunya merupakan tempat Raja Solo, Pakubuwono IX, menghabiskan waktu untuk belajar segala aturan sebelum naik tahta jadi Raja atau Sunan.
Baca juga: Sejarah Karanganyar: Cerita Tentang Pertemuan Pangeran Sambernyawa & Nyi Ageng Karang di Pengasingan
Menurut GPH Soeryo Wicaksono, ada sejumlah peninggalan Pakubuwono IX yang masih berdiri kokoh di Desa Lengenharjo hingga saat ini.
Bahkan, bangunan-bangunan peninggalan Pakubuwono IX itu masih bisa digunakan untuk masyarakat umum.
"Di Desa Lengenharjo ada tiga bangunan PB IX, yakni Masjid Cipto Sidi, Pasanggrahan, Pemandian Air Panas, dan monumen jembatan Bacem," kata Soeryo, Minggu (21/11/2021).
"Selain itu ada makam Kyai Khasan Mukmin, yang merupakan makam dari gurunya PB IX dan PB X," imbuhnya.
Desa Lengenharjo sendiri memiliki sejarah panjang dari perjuangan PB X.
Menurut pria yang akrab disapa Gusti Nino itu, Desa Lengenharjo sendiri berasal dari dua kata Jawa, yakni Pangangen yang artinya keinginan, dan Harjo yang memiliki arti makmur.
Sebelum diangkat menjadi raja, PB IX belajar berbagai ilmu, seperti ilmu spiritual, dan meditasi.
Lokasi yang dijadikan untuk belajar berada di Desa Lengenharjo.
Setelah PB IX jadi raja, lokasi tempatnya belajar tersebut kemudian di keramatkan.
"Dulu tempatnya tidak seperti ini. Yang membangun peninggalan PB IX disini adalah PB X," kata dia.
"Karena saat kepimpinan PB X, Kasunanan Surakarta memasuki masa kejayaan," imbuhnya.
Itulah alasan mengapa bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Desa Lengenharjo ini punya ciri tulisan PB X.
Kondisi bangunan belum banyak berubah, meski sudah berumur ratusan tahun.
Seperti Masjid Cipto Sidi, yang masih ada bedu, mimbar khatib, dan bentuk bangunan sedari dari era PB X.
Termasuk pada bangunan pesanggrahan, serta pemandian air panasnya. (*)