Cerita dari Solo
Sejarah Sendang Joko Mulyo Pitutur di Turi Sragen, Awalnya Hanya Kubangan: Air Tidak Pernah Kering
Di tengah Kota Sragen, tepatnya di Kampung Turi, Kelurahan Sine, Kecamatan/Kabupaten Sragen terdapat beberapa sendang kuno.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Di tengah Kota Sragen, tepatnya di Kampung Turi, Kelurahan Sine, Kecamatan/Kabupaten Sragen terdapat beberapa sendang kuno.
Sendang sendiri dalam bahasa Indonesia berarti sumber mata air.
Salah satunya di sendang turi, atau nama lainnya Sendang Joko Mulyo Pitutur.
Baca juga: Sejarah Desa Lengenharjo di Sukoharjo : Tempat Sakral Raja Solo PB IX Belajar, Sebelum Naik Tahta
Baca juga: Sejarah Pasar Ngatpaingan, Awalnya Hanya 3 Warga yang Jualan: Kini Transaksi Capai Puluhan Juta
Sendang tersebut terletak di tengah sepetak tanah pinggir sawah, dan dikelilingi berbagai jenis pohon tua.
Sumber air dari dalam tanah itu, dulu hanya berupa kubangan berbentuk lingkaran.
Kemudian, sekitar tahun 1990an, sendang tersebut dipugar dan disemen sekelilingnya, agar mudah dirawat.
Sendang Turi memiliki kedalaman dua hingga tiga meter.
Baca juga: Sejarah Pasar Ngatpaingan, Awalnya Hanya 3 Warga yang Jualan: Kini Transaksi Capai Puluhan Juta
Konon, air tersebut tidak pernah kering, meski saat kemarau panjang tiba.
Terdapat cerita panjang, terkait kemunculan sendang kuno di Kampung Turi itu.
Sesepuh setempat, Ngadiman (75) mengatakan dulu di desa itu sulit mencari sumber air untuk dijadikan sumur, karena dulu Kampung Turi masih berupa tegalan dan rawa-rawa.
Baca juga: Jawaban Menohok David Alaba Saat Dibanding-bandingkan dengan Sergio Ramos, Ingin Cetak Sejarah Baru
Kemudian, salah satu warga, Mbah Sonto Drono berinisiatif untuk mencari sumber mata air, yang waktu itu masih era penjajahan Belanda.
"Mbah Sonto Drono bilang ingin mencari belik atau sumber air bersama anak laki-lakinya, kemudian sampailah di tanah, yang letaknya paling dekat dengan sumber mata air," katanya kepada TribunSolo.com, Minggu (21/11/2021).
Mbah Sonto Drono langsung menggali tanah tersebut, hingga kedalaman dua meter, ia menemukan sebuah batu berukuran kecil.
"Tiba-tiba batu itu mencelat, dan mengenai dada Mbah Sonto Drono hingga membuatnya pingsan," ujarnya.
Baca juga: Sejarah Pasar Ngatpaingan, Awalnya Hanya 3 Warga yang Jualan: Kini Transaksi Capai Puluhan Juta