Cerita dari Solo
Sejarah Gladak Solo, Ternyata Dahulu Jadi Lokasi Aduan Binatang Buruan: Singa Vs Rusa
Kawasan Gladak, berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. Lokasi tersebut menjadi ikon kota Solo, dahulu adalah lokasi untuk adu binatang.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kawasan Gladak, berada di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo.
Lokasi tersebut menjadi ikon kota Solo, yang identik dengan patung Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Riyadi, dengan pose mengacungkan pistol.
Selain itu, ada gapura menuju ke Alun-alun Utara Kasunanan Surakarta, dan pusat grosir pakaian PGS dan BTC.
Baca juga: Jangan Jemawa, Fokus Indonesia! Sejarah Membuktikan Skuad Garuda Selalu Gagal di Partai Puncak
Baca juga: Inilah Tata Rias Pengantin Khas Boyolali : Namanya Wahyu Merapi Pacul Goweng, Miliki Sejarah Panjang
Menurut pegiat sejarah sekigus Canggah Dalam PB X, KRMT. L. Nuky Mahendranata Nagoro, kata Gladak diambil sejak jaman kasunanan.
"Kata Gladak memiliki arti menarik paksa, namun konotasinya untuk hewan-hewan buruan," katanya, Senin (3/1/2022).
Pria yang akrab disapa Nuky itu menjelaskan, dulunya kawasan Gladak merupakan area lahan yang luas.
Baca juga: Pendapat Pengamat Sejarah Soal Pola Suksesi Mangkunegaran: Bisa Situasional
Di sana terdapat sungai, yang memisahkan antara Keraton Kasunanan Surakarta, dengan benteng Vastenburg yang merupakan wilayah kekuasaan Belanda.
Area Gladak sendiri dijadikan lokasi untuk meletakan hewan-hewan hasil perburuan, seperti singa, maupun rusa.
Hewan yang masih hidup kemudian ditarik paksa (Gladak) di kawasan tersebut.
"Hewan yang masih hidup kemudian mereka diadu, biasanya singa dengan rusa," ujarnya.
Baca juga: Sejarah Sendang Joko Mulyo Pitutur di Turi Sragen, Awalnya Hanya Kubangan: Air Tidak Pernah Kering
"Pada tahun 1800an, itu untuk hiburan rakyat, raja, dan kolonial," imbuhnya.
Ironisnya, hewan yang hidup dalam ajang aduan itu, tetap akan dibunuh oleh prajurit kerajaan.
Namun di balik itu semua, ada pesan yang ingin disampaikan Raja, yakni simbol perlawanan pribumi terhadap kolonial Belanda.
"Ada juga filosofi dari kata Gladak sendiri, seperti kita memasuki Keraton, kita juga harus membersihkan hati kita," jelasnya.
Pada tahun 1930-an, Belanda membangun gapura Gladak sebagai hadiah ulangtahun Sinuhun Pakubuwana X ke-64 tahun. (*)