Berita Sragen Terbaru
Alasan PKL di Sragen Tetap Berjualan Meski Ada Papan Larangan : Kita Mau Makan Apa, Tidak Ada Solusi
Pemerintah Kabupaten Sragen memiliki pekerjaan rumah yang berat untuk melakukan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Pemerintah Kabupaten Sragen memiliki pekerjaan rumah yang berat untuk melakukan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Beberapa kali Satpol PP Kabupaten Sragen sering melakukan penertiban, namun terkadang masih ada PKL yang kembali berjualan.
Terakhir, sekitar satu minggu lalu, petugas memasang papan yang bertuliskan 'Dilarang berjualan di sepanjang jalan ini dari jam 05.00 s/d 17.00 WIB'.
Di bawahnya juga dituliskan dasar hukumnya, yakni Perda No 7 tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Perda No 11 tahun 2019 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Termasuk
Ada Keputusan Bupati Sragen No 310.17/84/002/2015 tentang Penetapan Lokasi dan Waktu Usaha Pedagang Kaki Lima.
Salah satu PKL, yakni Warno mengatakan ia terpaksa berjualan karena belum ada solusi yang pas dari Pemkab Sragen.
"Kalau nggak jualan saya makan apa, kalau usir-usir saja, saya mau makan apa, karena belum ada solusi (dari Pemkab) untuk berjualan dimana," ujarnya kepada TribunSolo.com, Jumat (25/2/2022).
Sebelumya, pernah ada usulan untuk berjualan di sepanjang Jalan Sultan Agung atau didekat perlintasan kereta api.
Namun, para PKL menolak karena lokasinya sepi dari aktivitas masyarakat.
Baca juga: Sragen PPKM Level 3, Kapasitas Tempat Ibadah Dibatasi 50 Persen, Kemenag Ingatkan Warga Tetap Prokes
Baca juga: Harga Kedelai Naik Terus Tak Terkendali,Produsen Tahu di Tasikmadu Karanganyar Pusing Tujuh Keliling
"Pernah disuruh pindah di dekat rel (Jalan Sultan Agung), tapi ya nggak mau pindah karena disana sepi, nggak ada yang beli, kalau kita jualan kan di tempat yang ramai," jelasnya.
Warno telah berjualan di samping RSUD Soehadi Prinonegoro Sragen sudah lebih dari 9 tahun.
Ia tergabung dalam paguyuban Perintis Mulyo yang memiliki anggota lebih dari 30 PKL.
Ia berjualan memiliki sasaran konsumen sendiri, yakni bagi para penunggu pasien maupun pasien yang kontrol kesehatan di RSUD.
"Kalau jualan malam kan nggak ada yang beli, ini saja rumah sakit sepi karena omicron, jadinya semakin sepi," pungkasnya.