Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Karanganyar Terbaru

Harga Kedelai Naik Terus Tak Terkendali,Produsen Tahu di Tasikmadu Karanganyar Pusing Tujuh Keliling

Produsen tahu dan tempe di Kabupaten Karanganyar pusing tujuh keliling karena harga kedelai masih meroket.

Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Mardon Widiyanto
Pekerja pembuat tahu tengah memproduksi kedelai menjadi tahu di Rumah Produksi tahu di Dusun Nglinggo, RT 2 RW 4, Desa Buran, Kecamatan Tasikmadu, Jum'at (25/2/2022). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Produsen tahu dan tempe di Kabupaten Karanganyar khawatir karena harga kedelai terus meroket.

Imbasnya, bahan produksi tahu dan tempe dikurangi agar tetap bisa bertahan hidup.

Produsen tahu Sri Mulyani mengatakan, naiknya harga kedelai impor hingga Rp 11.500 per kilogram sejak 14 Februari menyengsarakan masyarakat.

"Naik terus dari Rp 9,500 per kilogram hingga capai Rp 11.500 per kilogram," kata dia di Dusun Nglinggo RT 2 RW 4, Desa Buran, Kecamatan Tasikmadu kepada TribunSolo.com, Jum'at (25/2/2022).

Baca juga: Di Pasaran Langka, Ternyata Pabrik Pengemasan Minyak Goreng di Sukoharjo Sempat Tak Dapat Pasokan

Baca juga: Setelah Kedelai, Harga Tepung Tapioka Melejit: Produsen Kerupuk Solo Beli Rp 950 Ribu Per Kwintal

Menurut Mulyani, kenaikan harga kedelai saat ini sangat parah dibandingkan kenaikan harga kedelai impor sebelumnya.

Pasalnya kenaikan harga kedelai impor melonjak naik sekitar Rp 500 - Rp 700 per kg.

"Dulu hanya naik Rp 100 per hari, kini kenaikan sampai Rp 500 hingga Rp 700," ucap Mulyani.

Dia menuturkan selain naiknya harga kedelai impor, naik dan langkanya minyak goreng juga mempengaruhi produksinya.

Bahkan, katanya banyak pelanggannya mengeluh dengan tahu yang dikurangi produksinya karena kenaikan harga kedelai impor dan minyak goreng.

"Produksi kami agak dikurangi dikit, dari 3 kuintal per hari sekarang 2,5 kuintal per hari," kata Mulyani.

Dia mengaku imbas dari naiknya dua barang tersebut juga membuat keuntungan dari produksi tahu makin berkurang.

Bahkan keuntungan dari produksi tahu berkurang hingga 30 persen.

"Itu sudah ngepres banget untuk memperoleh keuntungan," tutur Mulyani.

Lanjut, ia mengatakan produksi tahu yang ia kelola sudah bediri sejak 10 tahun yang lalu.

Dia berharap harga kedelai impor dan minyak goreng turun.

"Setidaknya harga kedelai stabil, jika naik jangan sampai Rp 10 ribu," pungkasnya.

Parajin Tahu Sragen

Perajin tahu dan tempe di Kabupaten Sragen kini tengah kelimpungan. 

Pasalnya, harga kedelai kembali meroket sejak beberapa hari terakhir, dengan menyentuh harga Rp 11.000 per kilogramnya.

Hal tersebut membuat para perajin tahu khususnya harus memutar otak agar tak mengalami kerugian, sekaligus tak kehilangan pelanggan.

Baca juga: Curhat Sedih Istri Zul Zivilia, Menangis Tahu Anak-anaknya Jadi Korban Bully Karena Zul Dipenjara

Baca juga: Harga Kedelai Melejit, Perajin Tahu di Wonogiri Pilih Tidak Mogok Produksi, Begini Alasannya

Salah satu perajin tahu di Kampung Teguhan, Sragen, Budi Kuncoro mengatakan setiap hari harga kedelai selalu naik. 

"Setiap hari harga kedelai naik terus, dampaknya sangat terasa sekali, tapi mau gimana lagi, kalau enggak jualan kita enggak bisa makan," ujarnya kepada TribunSolo.com, Kamis (24/2/2022). 

Setiap harinya Budi memerlukan kurang lebih 1 kwintal kedelai. 

Kini, ia terpaksa mengurangi kedelai yang ia beli menjadi kurang lebih 80 kilogram saja.

Baca juga: Harga Kedelai & Minyak Goreng Menggila, Pengusaha Tahu Goreng di Boyolali Tersudut: Untung Menyusut

Dengan begitu, otomatis berdampak kepada omzet yang didapatkannya yang menyusut hingga 30 persen. 

"Omzet tetap turun, kurang lebih 20 persen sampai 30 persen," singkatnya. 

Semenjak harga minyak goreng naik, ia terpaksa mengurangi ukuran tahu, meski harus menerima protes dari pelanggan. 

"Kalau goreng enggak mungkin naik harga tahunya, hanya diperkecil saja, kalau disini hanya sebagai pelengkap saja, ada yang goreng ada yang putih," terangnya. 

Kini pun ia berharap agar harga kebutuhan produksinya bisa kembali normal, karena hasil produksinya juga merupakan kebutuhan masyarakat luas. 

"Harapannya bisa dinormalkan kembali, soalnya enggak ada hasilnya (omzet) ini, kita berjuang kayak gini, juga buat bakul juga, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," terangnya. (*) 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved