Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

UMKM Sumberlawang Mendunia

Tak Cicipi Sekolah Tinggi, Tugimin Tak Menyerah, Keranjangnya dari Sragen Kini Dijual di Mall Korea

Berkat Tugimin, kerajinan berbahan mendong dari Desa Ngargotirto, Sumberlawang, Sragen, tembus ke negara luar, mulai Singapura, Korea, sampai UEA.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Aji Bramastra
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Hasil kerajinan tangan dari mendong yang disulap menjadi aneka bentuk wadah untuk hiasain rumah bernilai ekspor di Dukuh Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. 

Tak hanya keranjang saja, Tugimin juga memiliki produk lainnya, seperti dekorasi dinding dan penutup lampu yang tak kalah laris.

"Selama ini nggak ada komplain, dan pesanan jalan terus, dapat respon yang baik dari masyarakat luar negeri," jelasya.

"Apalagi sekarang setelah pandemi, banyak KBRI yang ada diluar sana ikut membantu bagaimana produk di dalam negeri bisa diekspor," tambahnya.

Tak Sekolah Tinggi

Ternyata, Tugimin bukanlah seseorang dari orang berada dan berpendidikan.

Anak pertama dari tiga bersaudara tersebut, lahir di keluarga petani yang sederhana.

Tugimin hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) yang kemudian melanjutkan kejar paket B secara diam-diam.

Ia dilarang oleh kedua orangtuanya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, karena kebanyakan warga sekitar lingkungannya yang lulusan SMA atau perguruan tinggi berujung hanya mendapatkan pekerjaan kasar dan sedapatnya saja.

"Waktu itu saya menempuh pendidikan SMP ikut kejar paket B, itu pun harus sembunyi-sembunyi, saya harus kerja diluar, sampai sekarang mungkin orangtua tidak tahu saya," terangnya kepada TribunSolo.com.

Meski begitu, larangan tersebut tak ingin ia teruskan kepada kelima anaknya.

Anak pertamanya berhasil lulus dari jurusan Sastra Inggris di Universitas Indonesia (UI) yang langsung diminta untuk menjadi pengajar di Kampung Inggris, Kediri.

Anak keduanya juga selesai menyelesaikan kelas pengembangan bahasa Inggris, yang kini mengajar di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Sragen.

Sedangkan anak ketiganya, masih berkuliah di salah perguruan tinggi di Kabupaten Sragen, yang sesekali juga mengajar di Kampung Inggris, Kediri.

Anak keempatnya masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar, dan anak kelima masih berusia 6 bulan.

"Kalau sekarang anak harus berpendidikan setinggi-tingginya, pokoknya kalau sekolah harus dimaksimalkan, tapi kalau telat bayar jangan kaget," katanya. 

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved