Berita Solo Terbaru
Cerita Eko di Solo, Bikin Sangkar Burung dari Pipa Bekas, Per Bulan Kantongi Puluhan Juta Rupiah
Perajin sangkar burung asal Kampung Debegan Kota Solo bernama Eko Alif Muryanto merasakan manisnya berkah dari ketekunannya.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Hasil karya diminati pasar luar negeri adalah kebanggan tersendiri.
Seperti yang ditekuni oleh perajin sangkar burung asal Kampung Debegan RT 2 RW III, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo bernama Eko Alif Muryanto.
Eko mengaku, sangkar burung hingga aquarium dari bahan pipa PVC atau paralon bekas miliknya laris manis di luar negeri.
Dia memasarkan barang kerajinannya itu hanya dengan modal Facebook.
"Saya pemasarannya Facebook saja. Saya pakai Facebook pribadi saya Eko Alif Muryanto," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (19/3/2022).
Pasar ekspor sudah dia geluti sejak tahun 2014 lalu.
Sejumlah negara seperti Taiwan, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi tujuan ekspor sangkar burung buatan Eank Solo.
"Ada strategi yang sendiri. Sehingga kita bisa memasarkan produk kita tanpa perlu menggunakan bahasa inggris," ujarnya.
Tahun 2019 menjadi puncak kejayaan Eank Solo di pasar Asia.
Sebab, dalam 1 bulan dia bisa menjual sekira 50 pcs sangkar burung ke negara Asia.
"Ada pandemi ini, ekspor kita turun drastis. Karena dulu kapal-kapal negara kita tidak bisa bongkar muat di negara lain," ujarnya.
Saat ini, Eko mengaku hanya bisa menjual barang kerajinannya di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Baca juga: Ubah Limbah Jadi Berkah, Perajin Solo Bikin Sangkar Burung Pakai Pipa Bekas, Hasilnya Tembus Taiwan
Baca juga: Persiapan Arus Mudik Lebaran, DPUPR Rehabilitasi Lima Ruas Jalan Utama di Klaten, Ini Lokasinya
Namun dengan catatan, sangkar burung Eank Solo ini tidak bongkar muat dengan kapal.
"Jika ke Singapura, mereka biasanya ambil dari Batam. Kalau di Malaysia dan Brunei melalui Pontianak, karena disana ada kargo bus lintas negara," jelasnya.
Ya, pandemi Covid-19 sangat memukul usaha UMKM milik Eko ini.
Dia bahkan harus mengurangi tenaga kerjanya karena sepintas orderan.
Dulu, dia dibantu 4 orang karyawannya, dan saat ini dia hanya tinggal 1 karyawan yang membantunya.
Pasar dalam negeri menjadi opsi penjualan sangkar burung dan aquariumnya, meski jumlahnya tidak sebanding.
"Sekarang omset kita hanya Rp 8-12 juta per bulan, sebelum pandemi itu, kita bisa sampai Rp 30-50 juta," jelas dia.
Awalnya Coba-coba
Siapa sangka, pipa PVC atau yang akrab disebut pipa paralon bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Terlebih pipa tersebut adalah bekas dipakai.
Ini diolah oleh perajin sangkar burung dan aquarium asal Kampung Debegan RT 2 RW III, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo bernama Eko Alif Muryanto.
Dia memanfaatkan pipa paralon bekas sebagai bahan baku pembuatan sangkat burung dan aquarium di galerinya yang diberinama Eank Solo.
"Saya mulai mencoba membuat sangkar burung dan aquarium dari paralon bekas ini dari tahun 2012, saat itu kita masih coba-coba," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (19/3/2022).
"Pada tahun 2014, kita coba bawa ke Internasional dengan sasaran pasar di negara Asia," tambahnya.
Alhasil sejumlah negara seperti Taiwan, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi tujuan ekspor sangkar burung buatan Eko.
Menurutnya, pembuatan sangkar burung dengan bahan paralon ini memiliki banyak keunggulan, daripada dengan bahan baku kayu dan bambu.
Baca juga: Puji UMKM di Solo, Wali Kota Gibran Beli Sangkar Burung di Hadapan Selvi, Pembuatnya Pun Kaget
Baca juga: Harga Minyak Goreng Dikeluhkan Masyarakat, Politisi PDIP Karanganyar Minta Pemerintah Setop Ekspor
Sangkar burung dengan bahan baku pipa paralon ini lebih kuat, tidak gamblang patah, tahan air, dan hama.
Pembuatannya juga lebih mudah, karena bahan dasarnya sudah berbebtuk bulat sehingga tinggal dibentuk sesuai model yang diinginkan.
"Untuk sangkar burung yang warna putih lebih laris di Taiwan, karena mirip sangkar dari tulang, jika aquarium yang putih dan abu-abu," ujarnya.
Untuk sangkar burung, Eko bisa membuat dengan diameter 16-60 centimeter yang dijual mulai dari harga Rp 350 ribu hingga Rp 2,5 juta.
"Kalau kita jual keluar negeri, harganya bisa 2 sampai 3 kali lipat dari harga dalam negeri," ujarnya.
Proses pembuatannya sangkar burung ini tak begitu lama.
Untuk 10 sangkar, bisa dibuat dalam waktu 1 minggu.
Selain itu, pembeli juga bisa memesan model sangkar burung sesuai dengan keinginan.
Keranjang Sampai Pasar Timur Tengah
Kisah kemandirian ekonomi melalui kearifan lokal selama ini terpancar di tengah perkampungan di pinggir hutan di Kabupaten Sragen.
Banyak emak-emak tak bisa dipandang sebelah mata, karena di tanganya muncul karya yang diminati pasar manca negara.
Dari mendong atau tanaman yang tumbuh di rawa, disulap menjadi rupiah tepatnya di Dukuh Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang.
Emak-emak inilah yang 'terdepan', sehingga di sela-sela kesibukannya mengurus rumah tangga, mereka membuat kerajinan tangan yang bernilai ekspor.
Seperti yang dilakukan Ngadiyem (50), ia mulai mengambil mendong yang telah dikeringkan untuk dianyam berbentuk keranjang.
Tangannya nampak sudah lihai mengayam mendong, dilanjutkan dengan dijahit, hingga jadilah satu set keranjang mendong yang terdiri dari 3 buah.
Setelah jadi ia kumpulkan ke pengepul, dan Ngadiyem berhak mendapatkan Rp 65.000 untuk satu set keranjang mendong.
Menurut Ngadiyem, kegiatan membuat kerajinan tangannya sangat membantu perekonomian keluarganya.
Sehingga, saat pandemi Covid-19 ini ia tidak begitu mempermasalahkan keuangan keluarga.
"Sangat membantu, suami saya hanya buruh serabutan, saya juga tidak punya sawah, ya bikin kerajinan ini sangat membantu," katanya kepada TribunSolo.com, Minggu (13/3/2022).
Baca juga: Cerita Biogas Jadi Pundi Rupiah Baru di Boyolali : UMKM Tak Takut Rugi karena Tak Perlu Beli Elpiji
Baca juga: BLT UMKM Rp 600 Ribu Akan Segera Cair Tahun 2022, Simak Kriteria Penerima hingga Syarat Pencairan
"Intinya kalau sedang butuh uang, pas lagi nggak punya uang, uangnya selalu ada, ya dari kerajinan ini," tambahnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Juwati, seorang ibu rumah tangga.
Meski sibuk mengurus anak yang masih balita, ia tak ingin tinggal diam untuk membantu perekonomian keluarga.
"Menganyam sudah dua tahun, karena nggak ada pekerjaan, ya bikin ini, bisa membantu perekonomian keluarga," ujar Juwati.
"Disela momong ya bikin kerajinan mendong, sehari bisa satu set," tambahnya.
Jika dikalkulasikan, para perajin keranjang mendong tersebut bisa menghasilkan penghasilan sekitar Rp 1.950.000 perbulan, jika konsisten menyelesaikan satu set perharinya.
Dipasarkan ke Luar Negeri
Hasil karya para ibu-ibu tersebut dipasarkan keluar negeri oleh Tugimin (52) yang juga merupakan perintis usaha tersebut.
Awalnya pada 1999, ia mulai memberdayakan masyakarat untuk beternak ayam kampung.
Usaha ayamnya mulai berjalan, kemudian ia memikirkan bagaimana tetap produktif disamping beternak ayam.
Akhirnya ia mencoba membuat kerajinan tangan, dan mencoba memasarkannya ke pasar luar negeri.
Awalnya ia membuat kotak tisu dari eceng gondok yang tembus di pasar Singapura.
Kemudian Tugimin mencoba memasarkan keranjang mendong buatan ibu-ibu tersebut, yang kini digandrungi pasar Korea, Malaysia, Singapura, hingga Uni Emirat Arab.
Menurut Tugimin, sejak dirintis pada 2015 lalu, keranjang mendong buatan ibu-ibu tersebut sudah terjual jutaan buah.
Baca juga: Dongkrak UMKM di Solo, Wali Kota Gibran Minta Biaya Antar di Perusahaan Aplikasi Makanan Dikurangi
Baca juga: Sejarah Kerajinan Tumang Boyolali, Ada Sejak Abad ke-16, Lekat dengan Kisah Kyai Rogosasi
"Selama ini sudah berjuta-juta, sekali ekspor bisa satu kontainer, hanya untuk satu negara tujuan saja," kata Tugimin.
Keranjang-keranjang tersebut biasa digunakan sebagai tempat pakaian kotor, yang biasa diletakkan di rumah maupun di hotel.
Tak hanya keranjang saja, Tugimin juga memiliki produk lainnya, seperti dekorasi dinding dan penutup lampu yang tak kalah laris.
"Selama ini nggak ada komplain, dan pesanan jalan terus, dapat respon yang baik dari masyarakat luar negeri," jelasya.
"Apalagi sekarang setelah pandemi, banyak KBRI yang ada diluar sana ikut membantu bagaimana produk di dalam negeri bisa diekspor," tambahnya. (*)