Berita Terbaru Boyolali
Mengenal Tari Jangkrik Ngentir dari Lereng Merapi-Merbabu di Boyolali, Penuh Nuansa Mistis
Selain sebagai media hiburan masyarakat, tari sakral ini juga syarat akan hal -hal mistis diluar akal manusia.
Penulis: Tri Widodo | Editor: Rifatun Nadhiroh
"Lalu kami mendapatkan wangsit mengenai titik lokasi keberadaan makam tersebut," jelasnya.
Wangsit tersebut kemudian disampaikan kepada pemilik rumah.
Setelah dilakukan perawatan kondisi rumah tersebut menjadi adem ayem, tidak ada gangguan lagi.
Baca juga: Biodata Aiptu Agus Andriano, Kanit K-9 Sat Samapta Polres Karanganyar: Pernah Tugas di Timor Timur
Selain itu, hal mistis lainnya berkaitan dengan Jaran Kepang yang dipakai penari.
Anyaman bambu yang dibentuk menyerupai hewan kuda itu juga ada penghuni ghaibnya.
Jarang Kepang yang dipakai penari itupun tak bisa sembarang.
"Jaran kepangnya ya itu terus. Kalau mau mau mengganti (properti jaran kepang) harus dilakukan ritual-ritual tertentu,"
"Dan jaran kepang yang lama kemudian dimakamkan," ungkapnya.
Kesakralan tarian ini pun menjadikan kelompok tari ini masih terus melestarikannya.
Sebab, tarian ini juga memiliki makna filosofis yang dalam bagi kehidupan manusia.
Tarian jangkrik ngentir ini berkisah tentang perjalanan peradaban manusia dalam mencari kehidupan sejati.
Saat itu peradaban manusia yang belum mengenal tuhan menjadikan masyarakat hidup bebas tanpa aturan.
Baca juga: Angelina Sondakh Sudah 13 Tahun Menjanda Sejak Adjie Massaid Wafat, Mengaku Kini Didekati 2 Pria
“Seiring perjalanan waktu, mereka ingin mencari jati diri atau Tuhan. Istilahnya yang namanya orang hidup, pingin ngerti sejatine urip,” jelasnya.
Dalam perjalanannya mencari petunjuk atau wangsit, caranya pun bermacam-macam.
Seperti memuja pohon besar, gunung, matahari dan ada pula yang melalui jejogetan atau tarian hingga puncaknya pikirannya kosong dan kerasukan roh leluhur atau istilahnya payah.
“Dalam keadaan payah munculah petunjuk-petunjuk atau wangsit yang sangat bermanfaat bagi orang Kanung itu, Orang Kanung itu orang pada waktu belum mengenal peradaban maupun agama,” kata imbuhnya. (*)
	
						
							