Berita Solo Terbaru
Setelah Heboh Dugaan Pelecehan Seksual Food Selebgram di Solo, Akun Fatalinject Hilang dari Twitter
Akun twitter @fatalinject mendadak hilang setelah membuat heboh publik soal dugaan pelecehan seksual yang dilakukan food selebgram Solo.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Akun twitter @fatalinject hilang dari peredaran, usai menghebohkan publik, terkait dugaan pelecehan seksual food selebgram di Solo.
Akun tersebut membuat status mengimbau agar masyarakat berhati-hati saat diajak membuat konten bersama salah satu food selebgram di Kota Solo, pada Sabtu (2/7/2022) lalu.
Sejumlah firma hukum seperti LBH Solo menawarkan bantuan hukum kepada korban, untuk membawa kasus ini diproses hukum.
Baca juga: Kata Aktivis HAM, soal Viralnya Dugaan Pelecehan Seksual yang Menjerat Food Selebgram di Solo
Namun, saat ini akun tersebut justru sudah tidak bisa diakses.
Pengacara dari LBH Solo Raya, I Made Ridho mengatakan, hingga saat ini belum ada pihak yang mengadukan ke firma hukumnya.
"Belum ada yang melapor. Dan akunnya itu malah sudah hilang," katanya, Senin (11/7/2022).
Hal ini membuat kasus ini bukan menjadi peristiwa hukum secara utuh, karena tidak ada delik aduan.
Padahal kekerasan seksual, kecuali usia di bawah umur harus berdasarkan delik aduan.
"Ini aktivitas seksualnya selalu konsesus, adanya rayuan. Kalau kita runut melalui thread tersebut, saya bisa ambil kesimpulan jika terduga pelaku ini ada manipulasi seperti mepetke," ujarnya.
"Yang tidak ada konsensi adalah dia mengambil dokumentasi, dan pihak wanita tidak setuju," imbuhnya.
I Made mengatakakan, dengan adanya UU TPKS ini, hal itu bisa dilaporkan, karena pendokumentasian tersebut dilakukan secara sepihak.
Hal ini membuat korban merasa terancam dengan konten tersebut.
"Ini sudah ada payung hukumnya Pasal 14 dalam UU TPKS, karena tidak ada konsensi dalam membuat konten berbau seksual," ujarnya.
"Sehingga keadilan korban, baik pemulihan psikis korban, kontennya dihapus, polisi bisa melakukan penyitaan dan sebagainya," tambahnya.
Dari pihak yang terduga menjadi pelaku, sebenarnya bisa melakukan pembelaan diri.
Sebab, thread tersebut membuat opini liar di tengah masyarakat, ditambah ada sejumlah komentar yang melakukan tagging kepada terduga pelaku.
"Dari thread tidak menyebut identitas terduga pelakunya, tapi malah masyarakat sendiri yang menggulirkan opini dan mengkrucut pada satu nama," katanya.
"Jika yang bersangkutan, melaporkan pembuat thread kurang tepat. Ya ini jadi sanksi sosial," imbuhnya.
Namun dari sisi terduga, Made mengatakan bisa melakukan klarifikasi jika dia keberatan.
Karena didalam hukum ada asas praduga tak bersalah, dan menjadi hak hukum setiap orang.
Terkait kasus ini, membuktikan jika sejumlah masyarakat lebih nyaman melaporkan ke media sosial atas tindak kriminal yang dialami, daripada melaporkan ke pihak kepolisian.
Hal ini, menjadikan bola liar, yang tidak jelas validitasnya.
I Made melihat, jika hal ini disebabkan karena masyarakat malas untuk berurusan dengan hukum.
"Masih ada stigma jika proses hukum itu ribet, bisa dilaporkan balik misalnya. Sehingga dia tidak mau ribet sendiri," kata dia.
"Jadi mereka memilih speak up di medsos, untuk sekedar memuaskan psikisnya," pungkasnya. (*)