Berita Sragen Terbaru
Kisah Koko Jadi Perajin Bumerang hingga Digemari Pembeli Luar Negeri : Lulusan SMA, Awalnya Iseng
Koko Handoko (42) ketika ditanya bagaimana awalnya memulai usaha membuat bumerang hingga digandrungi pembeli luar negeri, jawabannya iseng.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
"Waktu itu saya posting di Facebook, terus ada yang komen, profilnya orang Jerman, menanyakan apakah bumerangnya dijual," jelasnya.
"Dan gak tahunya dia adalah presiden bumerang dunia, dari situ diexpose dan baru tahu ada semacam komunitas bumerang," jelasnya.
Orang Jerman yang dimaksud ialah Gueten Moeller yang merupakan kolektor bumerang sejak tahun 1980an.
"Menurutnya baru kali ini memegang bumerang yang unik, yaitu buatan saya, setelah itu selama dua tahun dia rajin memesan," terangnya.
Bahkan Gueten meminta kepada Koko untuk terus berkarya saking uniknya desain maupun bentuk bumerang buatannya.
"Setiap yang saya bikin unik dari yang lain, dan saya pikir, kalau tidak unik tidak ada orang luar yang mau beli, disana ada ngapain beli disini," ungkapnya.
Sesuai Permintaan Pelanggan
Dalam membuat bumerang, ia sesuaikan dengan permintaan pemesannya.
Pemesan hanya perlu menyampaikan tema yang ingin ia buat, kemudian Koko mulai mendesain.
"Buatnya kalau saya kayak bikin challange, kamu punya tema apa saya bikinkan, cuma nyebut tema, jadi yang mikir peforma dan gambar saya sendiri," jelasnya.
"Seperti tema cabai ini, saya yang berfikir sendiri desainnya, masih sketsa saya kirimkan, dan setuju, awalnya pesan 5 sekarang jadi 10," ujar Koko.
Baca juga: Kata Gusti Moeng Jika Kebo Bule Nekat untuk Kirab Malam 1 Suro : Bisa Kocar-kacir
Baca juga: Apesnya Harjanto di Klaten : Baru Ditinggal 5 Menit, Rumahnya Terbakar, Kerugian Capai Puluhan Juta
Dalam membuat bumerang, menurut Koko ada rumus tersendiri baik ukuran, berat, hingga sudut kemiringan.
Tak hanya itu, proses pewarnaannya ia menggunakan teknik airbrush.
"Jadi apabila ada detail-detail kecil bisa saya kerjakan hingga 3 hari," katanya.
Satu buah bumerang sendiri dihargai sekitar 70 Euro atau saat ini berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
Memang saat ini, ia khusus melayani permintaan dari luar negeri karena lebih diapresiasi.
Pelanggannya kini kebanyakan dari Jerman, Swiss, Italia, Turki hinga Argentina. (*)