Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kuliner Solo

Kuliner Klaten: Mengenal Legondo,Jajanan Tradisional yang Dapatkan HAKI dan Cuma Ada di Malam 1 Suro

Legondo adalah makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, santan dan paturan kelapa, sehingga rasa yang dihasilkan cenderung gurih.

Penulis: Ibnu DT | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM/Ibnu DT
Legondo makanan khas dari Dusun Sepi, Desa Barepan, Kecamatan Cawas, Klaten 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Salah satu jajanan khas Dusun Sepi, Desa Barepan Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, yakni Legondo.

Legondo merupakan makanan yang diwariskan secara turun temurun di Desa Barepan, ini hanya hadir setiap kali peringatan 1 Muharram atau 1 Suro dengan kata lain hanya diolah setiap tahun sekali bertepatan dengan Tahun Baru Islam. 

Legondo juga masuk 18 potensi milik Kabupaten Klaten yang menerima HaKI untuk kategori pengetahuan tradisional. 

Menurut desa setempat Legondo dimaknai lego ing dodo, artinya kelegaan di dada.

Baca juga: Jauh-jauh ke Solo, Warga Klaten Ini Buru Janur & Ubi saat Kirab Malam 1 Suro : Melancarkan Rezeki

"Legondo itu singkatan dari lego ing dodo," Sudarso (80) kepada TribunSolo.com, Jumat (29/7/2022).

Legondo adalah makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, santan dan paturan kelapa, sehingga rasa yang dihasilkan cenderung gurih.

Untuk membungkus makanan ini menggunakan janur seperti yang digunakan untuk membuat ketupat. 

Diungkapkan Sudarso jika makanan tersebut syarat akan makna tersirat. 

Baca juga: Pedangdut Happy Asmara Tiba-tiba Pingsan saat Manggung di Pati, Diduga Kelelahan

Beras ketan yang telah dimasak itu lengket, secara filosofi berarti benda yang rekat, menempel atau jangan sampai dilupakan yakni perintah dari Allah. 

Sedangkan Janur, memiliki 2 kata yang disatukan yakni jan diartikan sejatinya dan nur yang diartikan dengan cahaya.

Keduanya menjadi satu makna yang berarti manusia itu mencari cahaya untuk pedoman hidup. 

Yang terakhir pupus adalah tali ikat yang terbuat dari bambu, yakni dimaknai dengan pitu pupus yang dapat diartikan tujuh putus atau jika sudah sampai ke tujuan semua akan selesai. 

Baca juga: Kuliner Wonogiri : Gurihnya Nasi Goreng Tiwul Warung Pak Tesy, Seporsi Harganya Cuma Rp 10 Ribu


Dikatakan Sudarso jika makanan ini sudah diwariskan secara turun temurun..

"Ini makanan khas dari zaman nenek moyang, tepatnya saya kurang tahu," ungkapnya. 

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved