Berita Klaten Terbaru
Waspada, Sudah 19 Orang Meninggal Dunia, Kini Demam Berdarah di Klaten Menembus 395 Kasus
Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten meroket hingga kini sudah menyentuh 395 kasus.
Penulis: Ibnu DT | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten meroket hingga kini sudah menyentuh 395 kasus.
Bahkan 189 orang diantaranya dinyatakan meninggal dunia.
Plt Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Inayati Hasanah, menjelaskan ada 395 kasus DBD sejak awal tahun hingga pekan kedua Agustus 2022.
"Angka kematian ada 19 orang, yang tersebar di 11 tingkat Puskesmas di Klaten," ungkapnya kepada TribunSolo.com, Rabu (7/9/2022).
Lebih lanjut Inayati menjelaskan, 19 kematian tercatat dari beberapa puskesmas.
Puskesmas Bayat ada 18 orang sakit dan sakit 1 meninggal, Delanggu ada 24 sakit 1 meninggal, Gantiwarno 25 sakit dan 1 meninggal, Jatinom 6 sakit dan 3 meninggal.
Selain itu, Puskesmas Kayumas 3 sakit dan 1 meninggal, Karangnongko 9 sakir 1 meninggal, Klaten Selatan 25 sakit dan 2 meninggal dunia, Trucuk 5 sakit dan 1 meninggal dunia, Wedi 11 sakit dan 1 meninggal dunia.
Sementara itu tercatat di 2 Puskesmas dengan kematian kasus tertinggi di Puskesmas Klaten Utara tercatat 12 sakit dan 3 meninggal, Ngawen 19 sakit dan 4 meninggal dunia.
Baca juga: Angka DBD di Sukoharjo Banyak Terjadi di Kawasan Padat Penduduk, Ini Penyebabnya
Baca juga: Terkuak, Tak Hanya Positif Covid-19, Ternyata Gibran Juga Kena Demam Berdarah
Jika dibandingkan dengan tahun 2021, kasus BDD mengalami peningkatan signifikan, di mana dulunya tercatat 143 kasus, 7 d iantaranya meninggal dunia.
Meroket Dibandingkan Tahun Lalu
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten Cahyono Widodo menambahkan, meningkatnya kasus DBD lebih meroket dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Begitu juga adanya yang meninggal dunia ini karena kasus meningkat. Jadi perlu kewaspadaan dari berbagai pihak,” ucap dia.
Cahyono menjelaskan, jika dari grafik lima tahun terakhir terkait kasus DBD yang tercatat di Dinkes, diketahui menunjukan tren kenaikan kasus dengan didominasi anak-anak.
“Kami menghimbau kepada masyarakat untuk tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS)," jelas dia.
"Begitu juga dengan melakukan pemberantasan saran nyamuk (PSN). Terutama dengan menerapkan 3 M yakni menguras, mengubur dan menutup,” ucap Cahyono.
Terkait orang yang meninggal dunia, Cahyono menjelaskan, kemungkinan karena terlambat diantar ke pelayanan kesehatan terdekat.
Maka itu dirinya meminta apabila merasakan gejala DBD untuk segera memeriksakan diri lebih awal.
Salah satunya ketika mengalami demam tinggi sehingga bisa dilakukan penanganan lebih cepat dan tepat.
Kasi Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Dinkes Klaten, Wahyuning Nugraheni menambahkan jika kasus kematian pada epidemi DBD terjadi karena pasien tak kunjung dibawa ke pelayanan kesehatan.
“Ini terjadi karena sebagian masyarakat masih khawatir gejala yang dikeluhkan akan dimasukan dalam gejala Covid-19," kata dia.
"Padahal tenaga kesehatan akan membedakan penanganan pasien gejala Covid dan non Covid,” ucap Wahyuning.
Lebih lanjut, DBD memiliki siklus yang harus terus dipantau.
Terlebih lagi selama penanganan, pasien juga diminta memberikan keterangan yang jelas. Mulai dari gejala hingga waktu awal sakit yang dialaminya.
“Sampaikan dengan jelas kapan mulai sakit. Gejala apa yang dirasakan. Soalnya penjelasan dari pasien sangat mempengaruhi penanganan medis yang diberikan. Termasuk berdampak pada proses pemulihan pasien,” ucapnya. (*)