Pandemi dan Cerita Menyayat Hati di Tuksongo : 'Sampai Beli Beras Saja Sulit, Kini Sudah Bangkit'
Desa Wisata Tuksongo di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang memiliki cerita tersendiri saat bangkit.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
Dia menjelaskan, KBA berusaha menggelar bimbingan hingga membuat program-program bagus sehingga wisatanya kian maju.
Terlebih dahulunya warga hanya maunya tanam tembakau, sementara harganya semakin tahun semakin tak bisa diandalkan.
"Wisata sudah jadi penghidupan. Padahal dulu orang hanya ke Borobudur. Tetapi saat ini wisatwan justru menikmati syahdunya ke kampung-kampung," jelas dia.
Namun kebahagiaan di Tuksongo yang sudah berlangsung sejak 2017, sempat 'suram' gara-gara pandemi Covid-19.
Tepatnya 2020 hingga 2022 awal, terkena imbas dari penutupan tempat wisata Candi Borobudur.
Proses kebangkitan warga Tuksongo memiliki cerita tersendiri.
Bahwa sebelumnya kondisi desa yang ramai dengan wisatawan, mendadak sepi dan sunyi.
Selama dua tahun lamanya, warga merasakan kepedihan, karena sebagian besar anak-anak muda yang bekerja di sektor wisata harus kembali menjadi petani dan kerja serabutan.
"Lebaran tahun ini (2022) mulai ramai hingga saat ini. Puncaknya bulan-bulan pengunjung luar biasa," aku dia.
Padahal rata-rata pengunjung pada saat normal kata dia, bisa mencapai 500-700 orang, sementara libur panjang bisa ribuan orang.

Dengan itu, kemudian membangkitkan warga, di antaranya dengan pembukaan homestay.
"Sudah ada 20 rumah yang kemudian jadi homestay. Mereka dapat penghasilan dari sana," aku dia.
Kades Tuksongo, Muhammad Abdul Karim membenarkan, pandemi membuyarkan semuanya, di antaranya tataran perekonomian yang berasal dari wisata.
Tak hanya mereka yang bekerja di lingkungan Tuksongo, tetapi yang mencari nafkah di Candi Borobudur.
Bahkan sejak mengambil peran, hampir mayoritas mencari nafkah dari roda wisata yang masuk ke kampung-kampung.