Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Pandangan Sosiolog UNS Soal Latto-latto, Jadi Perekat Hubungan Sosial dan Jauhkan Anak dari Gadget

Pandangan sosiolog soal latto-latto ternyata bisa untuk menjauhkan anak dari gadget. Apalagi pemainan ini juga permainan nostalgia zaman dulu.

Penulis: Eka Fitriani | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Ibnu DT
Ilustrasi: Pedagang kaki lima (PKL) yang menjual mainan viral latto-latto di acara car free night (CFN) Kabupaten, Sabtu (31/12/2022) malam hingga Minggu (1/1/2023). 

Hal ini menyulut habitualisasi terhadap permainan latto-latto sehingga lebih mudah untuk menghidupkannya.

“Tidak hanya anak-anak, tapi orang tua juga ikut bermain karena ini ada kaitannya dengan memori permainan zaman dulu yang memiliki ciri-ciri kolektivitas dan solidaritas tinggi,” katanya.

Hal tersebut dikarenakan, setiap bermain anak-anak pasti terus berkumpul dengan teman-teman sehingga mampu membangun ikatan solidaritas dalam pertemuan.

“Ini beberapa satu nilai sosial yang bisa diambil dari munculnya kembali latto-latto ini,” imbuhnya.

Tak hanya itu, permainan latto-latto akan lebih asyik jika dimainkan bersama-sama dan tentunya menjauhkan anak-anak dari gadget.

Terlebih anak-anak yang lahir dan besar di tengah pesatnya perkembangan teknologi secara tidak langsung akan mengenal teknologi (gadget) sejak kecil.

“Meskipun saat ini banyak permainan di gadget, tapi latto-latto bisa muncul kembali sebagai permainan yang dimainkan secara kolektif dan langsung,” katanya.

“Tentu, latto-latto dapat berperan dalam mengurangi intensitas penggunaan gadget pada anak-anak,” katanya.

Pesatnya media sosial juga turut berpengaruh terhadap viralnya latto-latto tersebut, melalui media sosial, segala hal dapat tersebar luas dengan cepat tanpa mengenal waktu.

 Hal tersebut menyulut masyarakat masuk dalam Bandwagon Effect, yaitu jika ada seseorang yang tidak mengikuti tren atau suatu kegiatan, orang tersebut besar kemungkinan akan mendapat sanksi sosial seperti dikucilkan atau dianggap aneh oleh orang sekitar.

“Banyak yang bermain latto-latto kemudian di-share ke media sosial, ini dapat menimbulkan bandwagon effect,” katanya.

“Orang-orang dengan cepat akan ikut-ikutan sesuatu yang menjadi perhatian banyak orang, kalau tidak ikut maka seperti orang yang ketinggalan zaman,” katanya.

Sehingga, orang tersebut harus ikut tren agar bisa bergabung dengan perkumpulannya tersebut.

“Harus ikut agar saat diajak ngobrol dan semacamnya tentang hal tersebut bisa nyambung,” terangnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved