Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ibadah Haji 2023

Perjuangan Suparmi, Bakul Jamu Sragen Naik Haji : 13 Tahun Nabung Rp 30 Ribu per Hari

Penjual jamu Suparmi berjuang menabung 13 tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari
Suparmi (68) seorang penjual jamu asal Sragen yang berangkat haji tahun 2023 ini, saat ditemui TribunSolo.com di rumahnya, Jumat (9/6/2023). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN – Peribahasa 'sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit' nampaknya cocok untuk menggambarkan perjuangan Suparmi.

Berawal dari menabung selama 13 tahun, penjual jamu asal Dusun Masaran, Desa Jati, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen itu bisa menunaikan ibadah haji.

Suparmi sudah jualan jamu sejak anak pertamanya baru lahir tahun 1975 atau sudah 48 tahun lamanya.

Kepada TribunSolo.com, Suparmi menceritakan ia awalnya berjualan jamu keliling dari kampung ke kampung dengan berjalan kaki.

Hingga pada tahun 2005, Suparmi mendapat pemberian sepeda dari kakaknya, yang kemudian ia gunakan untuk berjualan jamu.

Dengan semakin bertambahnya usia, akhirnya Suparmi memilih untuk menetap berjualan jamu di Pasar Masaran, yang jaraknya 500 meter dari rumahnya.

Aktivitasnya dimulai usai menunaikan salat tahajud pukul 02.30 WIB, yang dilanjut dengan membuat jamu.

Baca juga: Kisah Suparmi, Bakul Jamu Tradisional di Sragen Naik Haji, Nabung Sejak 13 Tahun Lalu 

Baca juga: Jemaah Calon Haji Klaten Didominasi Lansia, Dinkes Ungkap Kondisi Kesehatannya

Jamunya banyak disukai karena selalu baru diolah dan cairannya juga lebih kental, yang terdiri dari kunyit asem, kuyup-kuyup, temulawak, temuireng hingga suruh.

Dan resep jamunya itu diturunkan dari orang tuanya yang merupakan penjual jamu.

“Jam 02.30 WIB habis tahajud, langsung ke dapur masak jamu, terus ditinggal subuhan ke masjid, setelah itu naruh ke botol-botol, terus jam 06.00 WIB berangkat ke pasar untuk jualan,” ujarnya kepada TribunSolo.com, Jumat (9/6/2023).

Satu gelas jamu berukuran kecil ia jual dengan harga Rp 3.000.

Dalam sehari, Suparmi bisa mendapatkan pendapatan bersih rata-rata Rp 50 ribu.

Paling ramai, Suparmi bisa membawa uang RP 100 ribu/hari.

“Hasil jualan untuk naik haji, ya nabung sedikit-sedikit, nabung sejak tahun 2010, nabungnya setiap hari, kadang-kadang kalau banyak rezeki bisa Rp 30 ribu, kalau sepi ya Rp 20 ribu, hingga bisa terkumpul Rp 50 ribu untuk naik haji,” terang dia.

“Sisa Rp 20 ribu itu cukup untuk makan sehari-hari, karena saya di rumah sendiri, dan anak saya sudah berkeluarga semua,” imbuhnya,

Setiap hari ia jualan di pasar sampai jam 11.00 WIB, dimana jamu racikannya kadang habis, kadang masih sisa.

Niat untuk berangkat haji muncul usai suami Suparmi meninggal dunia.

Meski masih mengurus anak yang masih sekolah, Suparmi tetap berusaha untuk menabung.

Kemudian, ia mendaftar haji pada tahun 2011 lalu.

Dengan uang Rp 5 juta, Suparmi mendaftar haji kemudian untuk melunasi biaya haji ia mengambil program dana talangan.

Dalam setiap bulan, Suparmi harus membayar Rp 575 ribu selama 5 tahun dan pada akhirnya ia bisa melunasi biaya haji tersebut. 

Suparmi sebenarnya bisa berangkat pada tahun 2020, yang kemudian ditunda karena pandemi covid-19.

Dalam setiap tahajudnya, selain memohon kesehatan untuk dirinya dan anak-anaknya, Suparmi juga meminta dilebihkan rezeki agar bisa naik haji.

“Setiap salat tahajud selalu minta kesehatan untuk anak hingga cucu, memohon ditambahkan rezeki yang barokah untuk naik haji,” pungkasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved