Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pemilu 2024

FX Rudy Protes KPU, Surat Suara Simulasi Pilpres 2024 Jadi 4 Kolom, Desak Bawaslu Usut

Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo memprotes KPU. Sebab, surat suara dalam simulasi tidak sesuai dengan jumlah paslon yang ada.

TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Surat suara simulasi pemilihan presiden dan wakil presiden ada empat kolom. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Surat suara simulasi pemilihan presiden dan wakil presiden kembali menjadi polemik.

Setelah sebelumnya muncul 2 kolom kini muncul lagi 4 kolom.

Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo pun mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengusut permasalahan ini.

“Ini kan nggak bener lagi KPU seperti itu. Kalau calonnya tiga ya harus tiga. Yang namanya kertas surat suara DPRD aja sama,” ungkapnya saat ditemui di Taman Sunan Jogo Kali, Selasa (30/1/2024).

Harusnya simulasi dilakuakan menggunakan surat suara dengan kolom yang sama dengan aslinya meski nomor dan gambar dibuat berbeda.

“Kalau dibuat empat tanda-tanda nggak jujur KPU. Ini harus ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Kecuali yang lainnya dibuat banyak nggak apa-apa. DPD DPRD sama-sama. Kenapa presiden dibuat beda,” jelasnya.

Menurutnya, dengan membuat kolom surat suara tidak sesuai dengan aslinya menjadi tendensius.

Apalagi surat suara yang lain kolomnya sama.

Baca juga: Simulasi Pemungutan dan Perhitungan Suara di Sukoharjo Diikuti 152 Daftar Pemilih Tetap

“Mendesak Bawaslu harus segera memeriksa. Tendensius itu. DPRD itu jumlahnya 18 partai tidak ditambahi. Kecuali kalau ditambahi saya maklum. Jadi 20 atau 24. Ini kan tendensius,” tuturnya.

Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdalih bahwa hal ini hanya simulasi.

Jumlah kolom tidak mempengaruhi efektivitas simulasi. Namun, FX Rudy tak sependapat dengan pernyataan ini.

“Ndak bisa. Simulasi itu mengarahkan rakyat juga. Ini kok aku diberi 3 kemarin simulasinya 4. Kalau ndak mau milih semua gimana coba. Berarti menghambat penyelenggaraan pemilu toh itu,” ungkapnya.

Menurutnya, ini merupakan upaya mengaburkan masyarakat saat melakukan pencoblosan.

“2 diprotes jadi 4. Mbok dijadikan 18 sekalian. Disengaja untuk mengaburkan masyarakat untuk memilih,” jelasnya.

Ia mengandaikan seperti simulasi ujian dimana jumlah soal yang dikeluarkan persis seperti saat ujian yang sebenarnya meski butir soalnya berbeda.

“Ketika simulasi kenaikan kelas soalnya apa dibuat tidak sesuai dengan yang dikeluarkan 100 apa dibuat 105,” terangnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved