Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pemilu 2024

5 Pelanggaran Etika Berat Pilpres 2024 versi Romo Magnis, Pendaftaran Gibran & Keberpihakan Jokowi

5 Pelanggaran Etika berat di Pilpres 2024 versi Romo Magnis, Singgung Pendaftaran Gibran, Hingga Keberpihakan Jokowi

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com / Youtube Kompas TV
Ahli dari Tim Ganjar-Mahfud, Franz Magnis Suseno dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024). 

TRIBUNSOLO.COM - Guru besar filsafat dan etika Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno (Romo Magnis) menilai Pilpres 2024 berlangsung dengan bersandar pada lima pelanggaran etika berat yang dilakukan pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka

Lima pelanggaran tersebut turut berimplikasi negatif terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia.

Itu disampaikan Romo Magnis sebagai satu di antara ahli pada sidang sengketa Pilpres 2024 dengan perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK).

Berikut 5 pelanggaran etika berat Pilpres 2024 versi Romo Magnis

1. Pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres

Pendaftaran putra sulung Presiden Jokowi itu dinilai Romo Magnis menjadi salah satu pelanggaran etika berat Pilpres 2024

Menurutnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah menetapkan pencalonan tersebut sebagai pelanggaran etika berat.

Baca juga: 5 Tuntutan PDIP Dalam Gugatan PTUN, Singgung Abuse of Power Jokowi, Hingga Tunda Keputusan KPU

“Sudah jelas. Mendasarkan diri pada keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika berat merupakan pelanggaran etika yang berat itu sendiri," papar Romo Magnis saat sidang lanjutan sengketa Pilpresi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024), dikutip dari Tribunnews.

"Penetapan seseorang sebagai cawapres yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat,” tambahnya.

2. Keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan abuse of power terhadap paslon tertentu

Romo Magnis menegaskan pentingnya netralitas seorang presiden dalam konteks politik, termasuk dalam konteks Pilpres 2024.

Menurutnya, meskipun secara pribadi memiliki preferensi politik, seorang presiden seharusnya tetap netral dan tidak menggunakan kekuasaannya untuk memengaruhi atau mendukung secara tidak adil salah satu calon dalam pemilihan umum.

Hal ini menurut Romo Magnis melanggar prinsip berdemokrasi, dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merusak integritas proses ketatanegaraan.

Oleh karena itu, penting bagi seorang presiden untuk mematuhi etika dan menjaga independensi serta netralitasnya sebagai pemimpin negara.

“Presiden boleh saja memberi tahu, bahwa ia mengharapkan salah satu calon menang. Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain, untuk mendukung salah satu paslon serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, dia secara berat melanggar tuntutan etika, bahwa dia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi," jelasnya.

3. Nepotisme

Romo Magnis memaparkan pandangan moral tentang tanggung jawab seorang pemimpin terhadap rakyatnya.

Menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk kepentingan pribadi atau keluarga dianggap sebagai tindakan yang memalukan dan menunjukkan ketidakmampuan pemimpin tersebut untuk memahami esensi dari jabatannya.

“Kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan," tutur dia.

"Karena membuktikan bahwa dia tidak mempunyai wawasan presiden 'hidupku 100 persen demi rakyatku' melainkan hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya,” tambahnya.

4. Pembagian Bansos

Romo Magnis menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos).

Menurutnya, bansos bukan semata-mata milik presiden, namun milik semua bangsa Indonesia yang pembagiannya sudah diatur kementerian dengan aturan yang ada.

Baca juga: Bansos Presiden Jokowi Dituding Pengaruhi Perolehan Suara 02, Gibran : Silakan Dibuktikan

"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggran etika," kata Romo Magnis.

Dengan demikian, hal tersebut menjadi tanda bahwa pemimpin negeri ini sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden.

“Bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat," lanjutnya.

5. Manipulasi-manipulasi dalam proses Pemilu

Ia berpendapat hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan demokrasi.

Salah satu contoh manipulasi yang jelas adalah mengubah waktu pemilihan atau melakukan perhitungan suara secara tidak adil.

Tindakan semacam ini memungkinkan terjadinya kecurangan yang merusak integritas proses demokrasi.

"Misalnya waktu untuk memilih diubah atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya," ucap dia.

"Praktik semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat. Jadi suatu pelanggaran etika yang berat," pungkasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved