Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo

3 Fakta Kawasan Sriwedari di Solo Jateng versi Ahli Waris, Akta Wiryodiningrat dan Johanes Booslar

Kawasan Sriwedari dengan lahan hampir 100 hektare bersejarah panjang. Berikut sejumlah fakta terkait kawasan Sriwedari versi Ahli Waris Wiryodiningrat

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM/Ahmad Syarifudin
Masjid Sriwedari Solo 

“Tahun 1893 ketika PB X menjadi raja baru mendirikan Taman Sriwedari. Ini dipinjam dari Wiryodiningrat. Taman Sriwedari berdiri di atas tanah recht van eigendom verponding nomor 295 yang berdasarkan akta jual 10 Juli 1877 hak milik almarhum KRMT Wiryodiningrat,” terangnya.

PB X mendirikan Kebon Rojo dengan status meminjam.

“Di sebelah barat HP 11 dipinjam Sunan Pakubuwono X untuk dijadikan Taman Sriwedari dan Kebon Rojo. Kebon Rojo itu berdiri tahun 1901,” jelasnya.

Baca juga: Kecewa dengan Gibran, Ahli Waris Lahan Sriwedari Solo Jateng Pasang Baliho: Tanah Ini Milik Kami

Baru setelah Indonesia merdeka didirikanlah Stadion Sriwedari yang menjadi venue Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama.

“Bangunan yang kedua setelah zaman Pakubuwono X (1893) itu Gedung Wayang Orang dibangun 1910. Setelah itu 1918 baru ada RSJ Mangkujayan. Berikutnya Stadion Sriwedari dibangun tahun 1933 yang kemudian 1948 dijadikan monumen PON pertama. Setelah Indonesia merdeka bangunan baru semua,” paparnya.

Dengan adanya Kebon Rojo, asumsi bahwa kawasan ini merupakan milik raja membuat lahan seakan-akan berstatus swapraja dimana tanah swapraja perlu diserahkan pengelolaannya kepada negara.

Namun, menurutnya, status tanah milik pribadi tidak bisa serta merta dihapuskan.

“Dari tukang sapu sampai walikota tahunya Sriwedari Kebon Rojo," ucap dia.

"Tahunya milik raja. Itu hak pakainya karena dikelola oleh raja. Tapi hak bawahnya tetap tidak berubah,” tambahnya.

3. Akta Jual Beli Wiryodiningrat

Pihaknya sebagai ahli waris memiliki hak atas lahan ini.

Sebab, berbagai upaya telah dilakukan dan menghasilkan putusan bahwa ahli waris merupakan pemilik sah dari lahan ini.

“Pertama kali dibeli eyang saya berdasarkan akta nomor 10 tanggal 13 Juli 1877," jelas dia.

"Itu akta jual beli antara RMT Wiryodiningrat dengan Johanes Booslar,".

"Berdasarkan akta itu disahkan Gerechtelijke Authentieke Akte nomor 59 pada 5 Desember 1877. Otomatis setelah pemiliknya meninggal beralih ke ahli warisnya,” tambahnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved