Stigma Solo sebagai Sarang Teroris
Eks Napiter Temukan Banyak Kejanggalan dari Penangkapan Kasus Bom Bunuh Diri di Mapolresta Solo
Seorang mantan narapidana teroris Hasan Al-Rosyid menemukan banyak kejanggalan dari peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Solo 5 Juli 2016 silam.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Seorang mantan narapidana teroris Hasan Al-Rosyid menemukan banyak kejanggalan dari peristiwa bom bunuh diri di Mapolresta Solo 5 Juli 2016 silam.
Ia sendiri didakwa ikut melarikan seorang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) jaringan Nur Rohman yang melakukan aksi bom bunuh diri.
Jaringan ini sebelumnya sempat tertangkap karena dituduh merencanakan aksi bom bunuh diri di Mabes Polri.
Nur Rohman yang lolos melakukan aksi seorang diri di Mapolresta Solo.
“Perencanaan aksi bom bunuh diri di Mabes Polri. Akhir tahun tapi ketangkap 25 Desember. Ada yang lari ke Solo. Hamzah, Andhika, ketangkap Nur Rohman lolos,” jelasnya.
Menurutnya ada semacam pembiaran agar Nur Rohman dapat melancarkan aksinya. Sosok ini tidak dikenal lihai dalam melakukan aksi.
“Nur Rohman kenapa tidak ditangkap dulu. Kenapa harus menunggu ledakan. Nur Rohman bukan orang lapangan. Lebih mudah menangkap Nur Rohman dari pada Hamzah. Hamzah orang lapangan laskar lama,” ungkapnya.
Baca juga: Kisah Eks Terpidana Teroris di Solo Jateng Dapat Pencerahan Saat Lihat Kebengisan Sesama Tahanan
Ia mendekam di penjara selama 3 tahun. Sempat berpindah-pindah tahanan hingga kini ia bisa menghirup udara bebas.
“Saya awalnya di Mako Brimob Kelapa Dua. Setelah itu ada kerusuhan dibawa ke Nusa Kambangan 7 bulan. Kemudian dibawa ke Bogor habis itu bebas. Saya 2019 bebas. Saya dapat Cuti Menjelang Bebas (CMB) 6 bulan,” jelasnya.
Ia sendiri mengakui keterlibatannya berperan dalam melarikan DPO. Namun ia merasa diperlakukan tidak adil karena tidak diberikan pendampingan hukum memadai.
“Kalau di sana waktu penyidikan tidak ada pendampingan. Pendampingan ketika udah mau selesai tanda tangan baru didampingi. Pengacara dari sana,” jelasnya.
Ia pun berusaha melawan dengan mencabut kuasa hukumnya. Ia mengaku mendapatkan ancaman ditambah masa tahanan namun ia tetap nekat mengganti kuasa hukum dengan yang lebih ia percaya.
Baca juga: Pendampingan Hukum Disebut Tak Memadai Bagi Terduga Teroris, Stigma Buat Jauh dari Rasa Keadilan
“Setelah itu saya cabut kuasa saya. Saya ganti sebelum P21. Karena saya anggap dia nggak independen. Densus nggak mau ribet. Saya naikin hukumanmu ancaman-ancaman itu sering. Saya mau melawan di pengadilan,” ungkapnya.
Ia sendiri termasuk yang paling lama mendekam di Mako Brimob Kelapa Dua. Bahkan ada kemungkinan jika tidak ada kerusuhan maka ia akan menghabiskan masa tahanan di tempat tersebut.
“Saya waktu itu idealis saya mau lawan. Akhirnya benar udah ngelawan kalah hukumannya tambah. Dari 3 jadi 3,5 tahun. Proses pemindahan dari Mako ke Lapas juga dipersulit. Saya hampir 2 tahun baru dipindah itu pun karena kerusuhan. Kalau tidak kerusahan tidak dipindah,” ungkapnya.
Menurutnya masih banyak yang terlibat dalam jaringannya yang seperti sengaja dibiarkan tidak ditangkap. Mereka bisa sewaktu-waktu ditangkap jika dibutuhkan.
“Perkara saya sampai sekarang ada yang belum ketangkap. Sewaktu-waktu bisa diambil. Waiting list masih ada ribuan baik JI maupun ISIS,” jelasnya.
Kisah Eks Terpidana Teroris di Solo Jateng Dapat Pencerahan Saat Lihat Kebengisan Sesama Tahanan |
![]() |
---|
Ragam Sumber Diskriminasi yang Dialami Eks Napiter Hingga Terduga Teroris, Ada Lembaga Negara |
![]() |
---|
Pendampingan Hukum Disebut Tak Memadai Bagi Terduga Teroris, Stigma Buat Jauh dari Rasa Keadilan |
![]() |
---|
Pakar Minta Waspadai Penegakan Hukum Problematis soal Terduga Teroris, Bisa Timbulkan Bibit Baru |
![]() |
---|
Soroti Penangkapan Terduga Teroris Era Kini, Praktisi Hukum : Kontraproduktif dengan Deradikalisasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.