Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Stigma Solo sebagai Sarang Teroris

Pendampingan Hukum Disebut Tak Memadai Bagi Terduga Teroris, Stigma Buat Jauh dari Rasa Keadilan

Pendampingan hukum dirasa tak memadai untuk para terduga teroris. Hal inilah yang membuat mereka jauh dari rasa keadilan.

Tribunnews.com
Ilustrasi hukum 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Praktisi hukum, Awod menyoroti pendampingan hukum yang tak memadai untuk para terduga teroris. Hal inilah yang membuat mereka jauh dari rasa keadilan.

“Adanya perubahan UU Terorisme ketika penangkapan ada diskresi yang dalam waktu tertentu pendampingan bisa diakses dalam waktu cukup lama,” jelasnya 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 pasal 25 ayat 2 menyebutkan untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari.

Penahanan bisa terus diperpanjang bahkan hingga 1 tahun.

Padahal, pasal 56 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa yang diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih wajib didampingi oleh penasehat hukum.

“Kasus teroris harus ada pendampingan advokat karena ancamannya lebih dari 5 tahun. Yang terlibat memilih advokat sendiri perlakuannya berbeda dengan yang diadakan penegak hukum. Ini yang menciptakan rasa ketidakadilan,” ungkapnya.

Nyatanya, sulit seorang terduga teroris bisa mendapatkan pendampingan hukum memadai.

Baca juga: Pakar Minta Waspadai Penegakan Hukum Problematis soal Terduga Teroris, Bisa Timbulkan Bibit Baru

Baca juga: Tak Pernah Terlibat Aksi Teror, Eks Napiter di Solo Ini Dipenjara 3 Tahun Gegara Stigma yang Melekat

Bagi yang memperjuangkannya akan dibayang-bayangi penambahan masa tahanan oleh penyidik.

Seringkali pendampingan hukum hanya dilakukan sebagai formalitas. Advokat pun disediakan oleh aparat tanpa ada upaya memperjuangkan hak terduga teroris.

“Pembelaan biar dijalankan advokat. Keadilan diciptakan. Itu lebih bisa kita komunikasikan dengan yang di luar-luar. Penanganan hukum bisa kita komunikasikan. Kalau penanganan hukum sudah ada intervensi kita repot,” jelasnya.

Namun, akhir-akhir ini para advokat makin kesulitan menjangkau para pihak yang diduga terlibat terorisme.

Seseorang bisa dianggap teroris hanya karena memiliki rasa simpati terhadap kelompok islam tertentu.

“Semenjak kawan-kawan (terduga teroris) disediakan oleh negara advokatnya. Sehingga kita juga menjadi tidak dipercaya. Terlebih akhir-akhir ini. Saya sendiri selaku advokat saya merasa ada yang ganjil,” ungkapnya.

Menurutnya, aparat tidak bisa serta merta menganggap seseorang teroris hanya karena memiliki pemahaman tertentu.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved