Opini
Sepakbola Indonesia : Program Percepatan, Teknologi dan Kurikulum
Program percepatan sepakbola Indonesia yang diakukan saat ini berjalan pada trek yang benar walau dengan pro kontra yang ada.
Penulis:

Yanuar Dhuma Ardhiyanto
Dosen Olahraga Universitas Muhammadiyah Karanganyar
Program percepatan sepakbola Indonesia yang diakukan saat ini berjalan pada trek yang benar walau dengan pro kontra yang ada. Salah satunya dengan merekrut sumber daya Indonesia yang berkarir diluar negeri atau sering kita sebut Diaspora. Untuk menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya, Pemerintah Indonesia melakukan terobosan untuk mempersingkat waktu atau meningkatkan target awal yang ditetapkan.
Beberapa waktu lalu kita bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” sebelum dimulainya pertandingan Kualifikasi Piala Dunia Putaran Ke-3 melawan Arab Saudi. Dengan permainan yang baik dan daya juang yang tinggi Indonesia mampu mengalahkan Arab Saudi dengan skor 2-0, dan menempatkan Indonesia naik ke posisi 3 dibawah Jepang dan Australia. Salah satu momen menarik yang selalu ditunggu pecinta sepakbola Indonesia adalah ceremonial menyanyikan lagu “Tanah Airku” setelah pertandingan selesai.
Tidak sedikit yang meneteskan air mata haru dan bahagia, tergambar dengan jelas nationalisme pada momen tersebut. Pemain-pemain keturunan seperti Kapten Jay Idzes, Justin Hubner, Ragnar Oratmangoen, Marten Paes, Thom Haye dan kawan-kawan lainnya pun terlihat sangat menikmati momen “sakral” itu dan membuat kita bisa melihat betapa mereka mencintai negeri ini, tempat dilahirkannya orang tua atau kakek-nenek mereka.
Program ini berjalan signifikan sehingga Indonesia mampu mengoleksi 19,16 poin dan menaikkan ranking FIFA (Fédération Internationale de Football Association) dari 134 ke 127. Tren positif ini menjadi modal kepercayaan diri manajemen, tim pelatih dan para pemain untuk melanjutkan 4 sisa pertandingan di Grup C.
Dalam fase ini, Indonesia yang memiliki ranking FIFA 127 berada satu level dengan negara papan atas sepakbola Asia seperti: Jepang (18), korea (23), Australia (24), Iran (20) dan Qatar (34).
Kualitas kompetisi akan menentukan kualitas pelaku olahraga didalamnya. Dari gambaran pemain-pemain diaspora Indonesia yang bermain di liga terbaik Eropa, kita bisa melihat bahwa kualitas dan perkembangan sepakbola di negara-negara barat lebih baik.
Dalam fase ini patut kita syukuri bahwa PT. Liga Indonesia Baru sebagai operator Liga 1 yang berkolaborasi dengan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia), bertahap meningkat kualitas kompetisi melalui diadakannya workshop atau refreshment perangkat pertandingan (wasit dan pengawas pertandingan), kursus peningkatan level kepelatihan, pemberdayaan sepakbola akar-rumput (grassroots) dan menerapkan Ilmu, Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ke dalam sepakbola.
Teknologi yang belum lama diterapkan disepakbola Indonesia adalah video assistant referee (VAR). Dalam pengaplikasian teknologi ini, perangkat wasit melalui beberapa level tahapan persiapan dengan disupervisi langsung oleh Hawk Eye (sebagai penyedia jasa teknologi).
Dengan memperbaiki kualitas kompetisi dari sisi perwasitan ini, pemain dan pelatih akan memahami tentang peraturan permainan secara lebih detil dan dapat menghargai setiap keputusan wasit. Kualifikasi wasit yang bertugas sebagai VAR dan AVAR (assistant VAR) memiliki level yang sama dengan wasit yang ada di lapangan, sehingga akan ada kesinambungan untuk keperluan video replay check. Didalam ruang VAR ada juga replay operator yang bertugas memotong rekaman video pertandingan untuk dianalisis oleh VAR dan AVAR.
Pada bidang kepelatihan, Salah satu perusahaan teknologi yang mempelopori analisis olahraga adalah Catapult. Dimulai pada tahun 2006 menjalin kerjasama dengan Australian Institute of Sport (AIS) dan Cooperative Research Center (CRC) kemudian memperkelankan produk GPS Sport Vest.
Saat ini sudah muncul beberapa perusahaan sport analytics lainnya seperti: Stats Perform, Synergy Sport Technology, Sportradar AG dan sebagainya. Teknologi olahraga ini sudah diterapkan oleh tim nasional dan mayoritas tim-tim liga profesional Indonesia.
Di era ini kepakaran sport analytics menjadi salah satu bidang yang cukup menjanjikan, dimana tim profesional membutuhkan analisis dari hasil latihan maupun pertandingan. Misalkan pada GPS Sport Vest, peralatan ini terdiri dari rompi ketat yang dipakai di area dada dan terdapat Chip didalamnya sehingga semua pergerakan berpindah tempat, jarak tempuh, kecepatan, kondisi tubuh dan batas maksimal kemampuan pemain pun akan terlihat di aplikasi atau website yang sudah terkoneksi di laptop/smartphone.
Begitu juga dengan produk Video Analysis, ketika sport vest dan perangkat video analysis sudah terkoneksi maka hasil pergerakan akan dapat terlihat secara realtime atau dengan hasil versi cetaknya. Dengan begitu hasil dari analisis lapangan dapat dipantau oleh pelatih dan dapat menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.
Salah satunya untuk membandingkan data latihan dan data pertandingan. Efektivitas program latihan yang sudah dirancang juga dapat menjadi kajian pada tiap siklusnya atau sering kita sebut periodisasi latihan.
Periodisasi latihan memiliki beberapa tahapan, yaitu: tahap persiapan umum (TPU), tahap persiapan khusus (TPK), tahap pra-pertandingan (TPP), tahap pertandingan utama (TPUt) dan tahap transisi. Pada setiap tahapan latihan diatas, tim pelatih akan meracik komponen-komponen latihan seperti: daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kecepatan (speed) dan fleksibilitas (flexibility).
Kebutuhan tiap komponen tersebut juga disesuaikan dengan kecabangan olahraga. Contoh dalam olahraga sepakbola kebutuhan fisik pemain perlu mempertahankan performa bermain selama 90 menit, yang mana komponen daya tahan/endurance akan menjadi aspek yang dominan. Berbeda dengan atletik nomor lari cepat, kebutuhan fisik dominan ada pada komponen kecepatan/speed, sehingga program latihannya kedua cabang olahraga tersebut juga akan berbeda.
Mengupas lebih dalam lagi tentang ilmu kepelatihan, terdapat prinsip-prinsip latihan yang menjadi dasar dalam menentukan program latihan seperti frekuensi latihan, intensitas latihan, durasi latihan dan tipe latihan. Dalam penerapannya, frekuensi latihan merupakan berapa sesi latihan yang dilakukan dalam satu minggu. Intensitas latihan adalah berat ringannya tiap sesi latihan, yang mana pemantauan kondisi kebugaran pemain atau atlet akan termonitor melalui perangkat terkoneksi antara Rompi GPS dan Aplikasi.
Selanjutnya, durasi latihan adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu sesi latihan, misalkan 60-90 menit. Sedangkan prinsip keempat tipe latihan adalah jenis latihan apa saja yang akan dilakukan dalam satu sesi latihan. Sinkronisasi prinsip latihan, komponen latihan dan periodisasi latihan dapat menjadi tolo ukur kualitas tim pelatih. Itulah kenapa dalam klub professional tim pelatih terdiri dari beberapa bagian seperti direktur teknik, pelatih utama, pelatih teknik, pelatih fisik dan pelatih khusus. Seperti dicontohkan dalam tim nasional sepakbola indonesia, Coach Shin Taeyong membawa tim kepelatihannya asal Korea Selatan untuk melengkapi semua kebutuhan lapangan, analisis dan medis.
Melihat dari progres yang ada, project percepatan sepakbola nasional berjalan sangat positif. Sinergitas induk organisasi sepakbola indonesia (PSSI), operator liga dan pemerintah akan menentukan bagaimana project ini berjalan. Perkembangan sepakbola usia dini juga akan menjadi nafas kedua sepakbola indonesia.
Filosofi Sepakbola Indonesia (FILANESIA) yang ada pada Buku Kurikulum Pembinaan Sepakbola Indonesia karya PSSI menjadi faktor penting dalam pengembangan potensi usia dini, didalamnya sudah tertuang sistem kepelatihan berdasarkan kelompok usia. Kualitas fisik, mental, teknik dan taktik diharapkan dapat berkembang sesuai dengan usia mereka dan diharapkan mencapai peak performance pada usia emasnya. Dengan demikian pondasi sumber daya sepakbola Indonesia akan kuat dan regenerasi pemain akan berjalan dengan baik.
(*/adv)