Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Makam Butuh Sragen

Wisata Religi Makam Butuh Sragen: Kini Ramai Wisatawan, Teladani Kisah Keberanian Raden Joko Tingkir

Kebanyakan wisatawan yang datang untuk berziarah ke Makam Butuh, berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.

|
TRIBUNSOLO.COM/Septiana Ayu
Makam Butuh di Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen 

"Makam dipugar dengan diberi beton, kemudian ada tembok sekeliling, gerbang, kemudian diberi tanda diatas gerbang itu Mahkota PB X, dan sejak itu resmi dijaga, ada penjaganya, ada juru kuncinya," jelasnya.

Aziz menerangkan Makam Butuh dikenal dengan Makam Joko Tingkir.

Singkatnya, setela meninjak usia dewasa, Joko Tingkir diminta untuk mengabdi ke Keraton Demak, yang masih dikuasai Sultan Trenggono.

Di Keraton Demak, Raden Joko Tingkir tergolong prajurit berprestasi, sehingga tidak butuh waktu lama Raden Joko Tingkir diangkat menjadi Ketua Kompi.

Raden Joko Tingkir sempat kembali ke daerah asalnya, dan kembali lagi ke Demak selang beberapa waktu.

Pada saat kembali, kerajaan Demak sedang mengalami kekisruhan yang diakibatkan karena ada yang mengamuk, namun tidak ada yang dapat menundukkannya.

Lalu, Raden Joko Tingkir diminta untuk mengatasi amukan kerbau tersebut, dan akhirnya berhasil ditaklukkan.

Karena jasanya itu, Raden Joko Tingkir diangkat menjadi menantu oleh Sultan Demakdan dipercaya menjadi Adipati Pajang dengan gelar Adipati Hadiwijaya.

Setelah Sultan Trenggono meninggal dunia, terjadi perebutan tahta oleh anak cucunya.

Raden Jaka Tingkir pun tidak ingin ikut berebut tahta, karena ia sadar, bahwa itu bukan menjadi haknya.

Perebutan tahta pun semakin sengit, namun akhirnya pihak kerajaan Demak sepakat mengangkat Adipati Hadiwijaya menjadi Raja Demak IV dengan gelar Sultan Hadiwijaya.

Karena kondisi Demak tidak kondusif, maka ibukota Kerajaan Demak dipindah ke Pajang, sehingga gelarnya menjadi Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang I.

"Setelah memimpin 40 tahun, pindah ke Butuh ini, menjadi penerus perjuangan orang tuanya, yang dulu itu Butuh ini sebagai orang tua di Masyarakat, sebagai yang dimintai nasehat, itu dilanjutkan sultan Hadiwijaya," jelasnya.

"Kemudian, setelah meninggal lalu dimakamkan disamping makam ayahnya di gedung ini sekarang, kemudian sekarang orang menamakan Makam Joko Tingkir karena viral di buku dan media," kata Aziz.

Tidak ada aturan khusus, bagi para wisatawan yang hendak berziarah.

"Terutama di tempat ini adalah ziarah, mengingat perjuangan orang-orang dulu, kan ada sejarahnya, ada kisahnya untuk dicontoh kisahnya," pungkasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved