Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Makam Butuh Sragen

Kisah Mitos dan Sejarah Makam Butuh Sragen, Warga Tak Berani Gelar Pertunjukan Wayang dan Klenengan

Hingga kini, saat menggelar hajatan, warga pun hanya menghadirkan hiburan berupa pertunjukan musik keroncong hingga campursari.

Gmaps
Komplek Makam Butuh di Gedongan, Plupuh, Sragen 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Keberadaan Dukuh Butuh di Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen dilingkupi sejarah sangat panjang.

Di Dukuh Butuh terdapat Makam Ki Ageng Kebo Kenongo atau Ki Ageng Butuh, yang merupakan ayah dari Sultan Hadiwijaya atau Raden Joko Tingkir.

Baca juga: Wisata Religi Makam Butuh Sragen: Kini Ramai Wisatawan, Teladani Kisah Keberanian Raden Joko Tingkir

Keberadaan makam tersebut masih terawat dengan baik hingga kini, setelah dipugar oleh Pakubuwana X pada tahun 1930.

Dibalik panjangnya sejarah tempat yang dinamakan Butuh ini, juga terdapat mitos bahwa sampai di era modern sekarang, warga Dukuh Butuh tidak ada yang berani menggelar pertunjukan wayang ataupun musik klenengan (pentas gamelan).

Kampung Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, terdapat pantangan warga gelar wayang dan klenengan.
Kampung Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, terdapat pantangan warga gelar wayang dan klenengan. (TRIBUNSOLO.COM/Septiana Ayu)

Kepala Desa Gedongan, Maryanto mengatakan hingga periode keduanya ia menjabat, belum ada warga Dukuh Butuh yang menggelar wayangan.

"Ya untuk saat ini, masyarakat kami yang ada di wilayah Butuh tidak ada yang berani mengadakan itu, mungkin wayang itu tidak berani, belum ada," katanya kepada TribunSolo.com.

Maryanto tidak mengetahui secara pasti, mengapa ada pantangan tersebut.

"Saya kurang tahu, mungkin dari nenek moyang dulu, ceritanya dahulu bahwa Sungai Bengawan Solo tidak ada disini, tapi di sebelah timur, Butuh itu sebenarnya masuk wilayah Masaran (timur sungai)," jelasnya.

Baca juga: Kuliner di Kawasan Makam Butuh Sragen : Wisatawan Tak Perlu Khawatir Jika Lapar, Harga Makanan Murah

"Tapi, ada masyarakat yang menyembunyikan gamelan, iti menurut cerita, akhirnya (Butuh) pindah ke barat, itu ceritanya, yang benar saya tidak tahu, kan cerita," sambungnya.

Hingga kini, saat menggelar hajatan, warga pun hanya menghadirkan hiburan berupa pertunjukan musik keroncong hingga campursari.

"Kalau di Butuh seperti itu, belum ada selama ini, baik klenengan maupun wayangan," pungkasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved