Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Wisata di Boyolali

3 Umbul di Boyolali Jawa Tengah yang Punya Mitos Terkenal : Dipercaya jadi Tempat Ritual Kungkum

Ya, tercatat Kabupaten Boyolali memiliki beberapa umbul dengan suasana alam yang mempesona namun juga sisi mistis tersendiri.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya
UMBUL DI BOYOLALI - Potret Umbul Ngabean di Kawasan Umbul Pengging, Boyolali, dipotret Maret 2019 lalu. Selain Umbul Ngabean, ini 3 umbul di Boyolali yang punya mitos terkenal. (Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya) 

Tujuannya, untuk ngalap berkah dari Sinuwun Paku Buwono X sebagai raja yang biasa mandi di Umbul Ngabeyan tersebut.

"Dinamakan Umbul Peceren dalam bahasa Jawa, karena aliran airnya sisa atau pembuangan dari Umbul Ngabeyan itu,” ujar Kusworo, kepada TribunSolo.com, Senin (23/1/2023).

Gombloh Sujarwanto, budayawan Pengging, Kecamatan Banyudono menambahkan Peceren adalah peninggalan masa PB IX.

Sampai saat ini, Umbul Peceren masih dimanfaatkan untuk ritual kungkum masyarakat hingga kini.

Bahkan, sejumlah pejabat baik di tingkat Pemkab Boyolali maupun pejabat pusat, juga pernah melakukan ritual kungkum di Umbul Peceren.

“Ini kan terkait kepercayaan, kalau melakukan ritual kungkum di sana maka keinginan atau cita- citanya bakal tercapai," tambahnya.

2. Umbul Tlatar di Sambi

Potret Umbul Tlatar di Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota, Boyolali. Warga setempat memiliki tradisi unik untuk menjaga umbul tersebut. Tradisi bernama Lampetan itu dilakukan dengan bersih-bersih saluran air hingga menyembelih bebek putih di dalam air.
Potret Umbul Tlatar di Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota, Boyolali. Warga setempat memiliki tradisi unik untuk menjaga umbul tersebut. Tradisi bernama Lampetan itu dilakukan dengan bersih-bersih saluran air hingga menyembelih bebek putih di dalam air. (Tribunsolo.com/Tri Widodo)

Terjadinya Umbul Tlatar tak lepas dari kisah Ki Ageng Wonokusumo, Wonoroto, Desa Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali.

Dikisahkan saat itu, Ki Ageng Wonokusumo yang merupakan seorang wali yang menyebarkan agama Islam di wilayah Sambi bagian barat resah dengan kondisi lahan pertanian masyarakat.

Saat kemarau datang, tak banyak aktivitas pertanian yang bisa dikerjakan masyarakat.

Ancaman kelaparan karena tak adanya sumber mata air yang bisa digunakan untuk mengolah lahan pertanian kerap terjadi.

Baca juga: Pengakuan Maia Estianty ke Oki Setiana Dewi, Dua Kali Nyaris Dipoligami, Benarkah Ahmad Dhani?

Selain itu, Ki Ageng Wonokusumo juga kesulitan mendapatkan air untuk bersuci sebelum melaksanakan salat di Masjid Tiban.

Melihat kondisi ini, Ki Ageng Wonokusumo tak bisa tinggal diam.

Wali itu kemudian berjalan menuju gunung Merbabu untuk meminta petunjuk ke Ki Ageng Pantaran supaya ada sumber air yang bisa digunakan untuk bersuci dan menyuburkan tanah pertanian warga Catur dan sekitarnya.

Oleh Ki Ageng Pantaran, Wonokusumo atau yang disebut Ki Ageng Wonotoro  diminta untuk melakukan tirakat selama 40 hari 40 malam di Sipendok, salah satu sumber mata air di gunung Merbabu.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved