Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Sukoharjo

Sejarah Jembatan Bacem Sukoharjo, Benarkah Saksi Peristiwa Berdarah?

Jembatan Bacem namanya, di mana jembatan ini membentang di atas Sungai Bengawan Solo.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
SEJARAH JEMBATAN BACEM - Penampakan Jembatan Bacem, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Senin (27/1/2025). Berikut sejarah Jembatan Bacem Sukoharjo. (TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf) 

Pada tahun 2000 jembatan baru secara resmi berdiri menggantikan jembatan lama yang penuh sejarah.

Pada masa kecilnya Sobari mengenang, jembatan itu menjadi lalu lintas penting dari arah Sukoharjo ke Wonogiri ataupun sebaliknya.

Meskipun tidak sebesar dan seramai sekarang, namun ketika masa perang baik ketika pendudukan Jepang hingga Agresi Belanda.

Jembatan Bacem menjadi sangat penting karena penghubung roda kendaraan militer yang melintas.

Kini jembatan lama itu hanya kenangan dan dapat disaksikan oleh setiap pengendara yang melintas.

Saksi Sejarah Kelam

Dalam bukunya Yang Kelewat di Buku Sejarah, salah satu bekas anggota Lekra mengungkapkan bahwa warga sekitar jembatan sering dipaksa oleh aparat untuk membantu menghanyutkan mayat-mayat korban yang ditembak selama periode tersebut.

Salah satu cara untuk mengungkapkan kebenaran dan memberikan suara bagi para penyintas adalah melalui seni dan film dokumenter.

Salah satunya adalah Jembatan Bacem, sebuah film berdurasi 30 menit yang diproduksi oleh Perkumpulan Elsam pada tahun 2013.

Baca juga: Asal-usul Gilingan : Dulu Kawasan Penggilingan Padi, Kini Jadi Kawasan Ikonik Kota Solo

Film ini menggali lebih dalam peristiwa berdarah yang terjadi di sekitar jembatan tersebut dan menggambarkan bagaimana warga lokal dipaksa untuk terlibat dalam tindakan kejam tersebut.

Film ini bukan hanya sekadar dokumentasi sejarah, tetapi juga sarana bagi keluarga korban untuk mengingat dan mengenang orang-orang yang telah hilang dalam tragedi tersebut.

Film Jembatan Bacem disutradarai oleh Yayan Wiludiharto dan diproduksi oleh Elsam bersama Pakorba Solo.

Melalui penggunaan sketsa dan rekonstruksi visual, film ini memberikan gambaran yang kuat tentang kesaksian para penyintas yang selamat dari peristiwa tragis tersebut.

Setiap potongan cerita dalam film ini tidak hanya sekadar narasi sejarah, melainkan juga pengingat akan pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap mereka yang menjadi korban tanpa dosa.

Setelah lebih dari 40 tahun dalam diam, keluarga korban akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengenang sanak keluarga mereka yang hilang.

Para keluarga korban mengadakan Sadranan—sebuah tradisi untuk mengenang orang yang telah meninggal.

Dalam kesempatan tersebut, mereka mengenang orang-orang yang menurut kesaksian mereka, mayatnya dibuang di sungai Bacem.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved