Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Lumpia Duleg, Kuliner Langka di Klaten yang Sudah Ada Sejak Awal Kemerdekaan

Di Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, ada lumpia unik yang berbeda dari biasanya, namanya adalah lumpia duleg.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Zharfan Muhana
KULINER LEGEND KLATEN - Lompya Duleg khas Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Begini sejarah Lumpia Duleg. 

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Ada sebuah kuliner tradisional yang sampai kini masih eksis di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Di Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, ada lumpia unik yang berbeda dari biasanya, namanya adalah lumpia duleg.

Kuliner khas ini tidak menggunakan isian daging ataupun rebung.

Baca juga: Sejarah Jadah Mbah Rajak, Jajanan Legendaris Sragen yang Sudah Ada Sejak Zaman Kemerdekaan

Sebaliknya, lumpia duleg diisi dengan potongan kecambah (taoge) yang dicampur dengan pati onggok, yaitu tepung yang berasal dari pohon aren.

Bentuknya mungil, hanya sekitar 10 sentimeter, namun memiliki cita rasa dan sejarah yang kaya.

Sejarah Lumpia Duleg

Lumpia duleg mulai dikenal di Desa Gatak pada sekitar tahun 1950, tidak lama setelah Indonesia merdeka.

Sosok yang membawa lumpia ke desa ini adalah Mbah Karto Purno, yang saat itu terinspirasi dari lumpia Semarang.

Namun, karena keterbatasan bahan dan daya beli masyarakat, Mbah Karto Purno memodifikasi isian lumpia agar lebih terjangkau.

“Telur dan daging dihilangkan. Rebung diganti dengan wortel dan kol, sedangkan adonan kulit lumpia yang semula berbahan dasar gandum diganti dengan pati onggok,” jelas Didik Bowo Saputro, Ketua Paguyuban Lumpia Duleg Mugi Langgeng.

Baca juga: Sejarah Jenang Murni, Kuliner Legendaris di Kenep Sukoharjo, Berdiri Sejak 1987

Awalnya, inovasi ini dianggap gagal.

Tugu Lumpia Duleg berisi potongan kecambah dengan campuran pati ogok ini menjadi ciri khas Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Sabtu (16/1/2021).
KULINER LEGEND KLATEN - Tugu Lumpia Duleg berisi potongan kecambah dengan campuran pati ogok ini menjadi ciri khas Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Sabtu (16/1/2021). (TribunSolo.com/Mardon Widiyanto)

Rasa asam dari pati onggok membuat lumpia tidak disukai.

Namun, Mbah Karto Purno tak menyerah.

Dia kemudian menciptakan kuah khusus berbahan dasar gula merah dan bawang putih halus, yang disebut juruh atau juroh, untuk menyeimbangkan rasa asam tersebut.

Perjalanan Rasa dan Inovasi

Dari generasi ke generasi, lumpia duleg terus berkembang.

Setelah awalnya berisi kol dan wortel, Mbah Parto Sipon mencoba menggantinya dengan parutan pepaya muda.

Namun perubahan besar terjadi ketika Suyatno, generasi kedua, memperkenalkan taoge sebagai isian utama.

Selain praktis, bahan ini juga memberi cita rasa segar dan tekstur renyah, yang bertahan hingga sekarang.

Baca juga: Sejarah Es Teler, Kuliner Legendaris Nusantara yang Ditemukan oleh Warga Nguter Sukoharjo

Kini lumpia duleg disajikan dengan kuah manis juroh dari campuran gula jawa, bawang putih, dan bawang merah goreng.

Rasa manis dan gurih dari kuah ini sangat cocok ketika dinikmati bersama kulit lumpia yang digoreng renyah dan isian taoge yang ringan.

Meski tergolong sederhana, lumpia duleg kini telah menjadi ikon kuliner Desa Gatak.

Sebuah monumen lumpia duleg bahkan dibangun di salah satu sudut jalan kecil di Dukuh Lemburejo sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah dan perjuangan para perintisnya.

Hingga kini, kuliner legendaris ini masih bertahan secara turun-temurun.

Baca juga: Sejarah Roti Widoro Kuliner Legendaris Sukoharjo yang Berdiri Sejak 1922, Resep Juru Masak Keraton

Didik menyebut, hanya tersisa 14 pengrajin aktif lumpia duleg yang meneruskan usaha ini.

Mereka menjaga tradisi sekaligus cita rasa yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas lokal.

“Dari sebuah produk yang dulu dianggap gagal, kini menjadi kebanggaan desa. Lumpia duleg adalah bukti bahwa kreativitas dan ketekunan bisa menciptakan sesuatu yang luar biasa,” kata Didik.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved