Sejarah Kuliner Legendaris
Sejarah Jadah Mbah Rajak, Jajanan Legendaris Sragen yang Sudah Ada Sejak Zaman Kemerdekaan
Kuliner khas berupa jadah dan olahan ayam racikan keluarga Mbah Rajak telah menjadi legenda kuliner yang bertahan lebih dari setengah abad.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, memiliki ragam kuliner tradisional yang menggugah selera.
Salah satunya adalah Jadah Mbah Rajak yang berlokasi di Kios Pasar Kota, Jl. Raya Ngawi - Solo, Magero, Sragen Tengah, Kec. Sragen, Kabupaten Sragen.
Jadah Mbak Rajak bukanlah nama yang asing.
Baca juga: Sejarah Jenang Murni, Kuliner Legendaris di Kenep Sukoharjo, Berdiri Sejak 1987
Kuliner khas berupa jadah dan olahan ayam racikan keluarga Mbah Rajak telah menjadi legenda kuliner yang bertahan lebih dari setengah abad.
Asal-usul Jadah Mbak Rajak
Berpusat di kios sederhana di Sragen, Jadah Mbah Rajak menjadi tujuan utama para pemudik, terutama saat momen Lebaran.
Dikutip dari Jatengtravelguide.info, kuliner tersebut sudah ada sejak tahun 1945.
Di tengah gencarnya produk makanan kekinian, Jadah Mbah Rajak masih eksis hingga jadi kuliner ikonik Sragen.
Cita rasa khas yang konsisten dan resep yang diwariskan secara turun-temurun menjadi daya tarik utama kuliner ini.
Yang paling terkenal dari olahan Mbah Rajak adalah jadah, yang terdiri dari tiga komponen utama: wajik, krasikan (tracikan), dan jadah itu sendiri.
Meskipun sekilas tampak seperti jenang-jenang tradisional lainnya, kekuatan rasa Mbah Rajak terletak pada resep kuno yang tidak berubah sejak zaman almarhumah Mbah Rajak sendiri.
Baca juga: Sejarah Roti Widoro Kuliner Legendaris Sukoharjo yang Berdiri Sejak 1922, Resep Juru Masak Keraton
“Resepnya sama dari dulu, enggak ada yang khusus, tapi semua anak-anaknya tetap menjaga rasa dan cara pengolahannya seperti ibu kami dulu,” ujar Warlan, anak ketiga Mbah Rajak, kepada TribunSolo.com.
Keistimewaan lainnya adalah bahan-bahan yang digunakan, tetap alami dan tradisional.
Bahkan, gula Jawa-nya didatangkan langsung dari produsen di Yogyakarta, untuk menjaga kualitas rasa.
Warlan mengatakan, saat musim Lebaran, penjualan bisa meningkat hingga tiga kali lipat dari hari biasa.
Meski telah puluhan tahun berjualan dan dikenal luas, keluarga Mbah Rajak memilih tidak membuka cabang.
Mereka tetap setia melayani pelanggan dari kios sederhana yang buka setiap hari, mulai pukul 06.30 hingga 16.00 WIB.
Tak hanya warga lokal, pelanggan setia Mbah Rajak juga datang dari luar daerah.
Sejarah Es Buah Pak Min di Solo: Sudah 50 Tahun Jualan, Baru Punya Warung di Tahun 2001 |
![]() |
---|
Sejarah Sosis Solo, Kisah Gulungan Lembut yang Lahir dari Akulturasi Dapur Eropa dan Jawa |
![]() |
---|
Sejarah Tempat Makan 'HIK' di Solo Raya, Apa Bedanya dengan Angkringan? |
![]() |
---|
Sejarah Nasi Jemblung : Kuliner Legendaris Favorit Raja Pakubuwono X yang Kini Mulai Langka di Solo |
![]() |
---|
Sejarah Bakmi Jowo Mbah Mangoen, Rekomendasi Kuliner Enak di Solo dengan Nuansa Tempo Dulu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.