Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kasus Desa Gubug Boyolali

Kronologi Warga Gubug Boyolali Masih Sehat Dinyatakan Meninggal oleh Pemdes, Terkuak saat Urus BPJS

Pasalnya, seorang nenek bernama Sumi (70), warga Dukuh Banjarsari RT 19, RW 09, dinyatakan meninggal dunia dalam dokumen resmi.

Penulis: Tri Widodo | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
TribunSolo.com/Tri Widodo
MASIH HIDUP - Nenek Sumi (70) warga Dukuh Banjarsari, Desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali, saat rewang, Jumat (27/6/2025). Viral Sumi (70), seorang warga yang masih sehat walafiat justru telah diterbitkan surat keterangan kematian, lengkap dengan tanda tangan dan stempel resmi. Dalam dokumen tersebut, Sumi dinyatakan meninggal dunia pada 4 Agustus 2021, dan keterangan itu ditandatangani oleh perangkat desa atas nama Wahyudi pada 9 September 2022. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Kasus administrasi mengejutkan terjadi di Desa Gubug, Kecamatan Cepogo, Boyolali

Pasalnya, seorang nenek bernama Sumi (70), warga Dukuh Banjarsari RT 19, RW 09, dinyatakan meninggal dunia dalam dokumen resmi.

Baca juga: Tandatangani 130 Surat Kematian Berbarengan, Dalih Kades Gubug Boyolali soal Kasus Nenek Sumi

Padahal nyatanya Sumi masih hidup dan sehat.

Dokumen kematian atas nama Sumi itu beredar luas di media sosial.

Dalam surat yang diterbitkan tanggal 9 September 2022, disebutkan bahwa Sumi meninggal pada 4 Agustus 2021. 

Surat itu bahkan telah ditandatangani para saksi, dibubuhi stempel Kepala Desa Gubug dan Camat Cepogo, serta sudah masuk dalam sistem kependudukan.

Kesalahan tersebut berdampak fatal.

Seluruh dokumen kependudukan milik Sumi otomatis menjadi tidak berlaku, termasuk BPJS Kesehatan yang dibutuhkannya untuk berobat.

Keluarga baru menyadari adanya kekeliruan ini saat mengurus layanan BPJS Kesehatan dan mendapat informasi bahwa Sumi telah "dimatikan" dalam data resmi.

Merasa dirugikan, keluarga kemudian mendatangi Kantor Desa Gubug untuk mencari kejelasan. 

Kepala Desa Gubug, Muh Hamid, mengakui kesalahan pihak desa dan langsung mengambil langkah korektif. 

“Kemarin hari Rabu, terus kita langsung proses. Ndelalah Disdukcapil itu gampang sekali. Jadi langsung KK dan KTP itu bisa terbit,” ujar Hamid.

TERBITKAN SURAT KEMATIAN - Kepala Desa (Kades) Gubug, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Muh Hamid saat ditemui TribunSolo.com, Jumat (27/6/2025). Viral Sumi (70), seorang warga yang masih sehat walafiat justru telah diterbitkan surat keterangan kematian, lengkap dengan tanda tangan dan stempel resmi. Dalam dokumen tersebut, Sumi dinyatakan meninggal dunia pada 4 Agustus 2021, dan keterangan itu ditandatangani oleh perangkat desa atas nama Wahyudi pada 9 September 2022.
TERBITKAN SURAT KEMATIAN - Kepala Desa (Kades) Gubug, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Muh Hamid saat ditemui TribunSolo.com, Jumat (27/6/2025). Viral Sumi (70), seorang warga yang masih sehat walafiat justru telah diterbitkan surat keterangan kematian, lengkap dengan tanda tangan dan stempel resmi. Dalam dokumen tersebut, Sumi dinyatakan meninggal dunia pada 4 Agustus 2021, dan keterangan itu ditandatangani oleh perangkat desa atas nama Wahyudi pada 9 September 2022. (TribunSolo.com/Tri Widodo)

Dia menegaskan bahwa kejadian itu murni kesalahan dari Desa. 

“Saya menyatakan itu kesalahan dari Desa. Habis itu langsung kita klarifikasi ke BPJS Kesehatan,” tambahnya.

BPJS Kesehatan kemudian memberikan syarat administrasi untuk reaktivasi data Sumi, yang langsung dipenuhi pihak desa.

“Alhamdulillah sampai saat ini, KK, KTP, dan juga BPJS Kesehatan sudah aktif semua,” ungkap Hamid.

Kini, KTP dan Kartu Keluarga yang baru pun telah diserahkan kembali kepada Sumi, dan layanan BPJS Kesehatan miliknya bisa kembali digunakan.

Baca juga: Sosok Sumi, Warga Desa Gubug Boyolali yang Surat Kematiannya Terbit 2021 Lalu, Padahal Masih Rewang

Dalih Kades Gubug Boyolali soal Kasus Nenek Sumi

Kepala Desa (Kades) Gubug, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Muh Hamid mengaku salah dalam kejadian ini. 

Hamid menceritakan, penerbitan surat keterangan kematian Sumi itu berawal dari instruksi untuk menerbitkan surat kematian bagi warga yang telah meninggal dunia selama pandemi Covid-19. 

Saking banyaknya surat, dia pun tak mengecek satu-persatu surat yang diajukan perangkat desa. 

“Jadi waktu itu saya harus menandatangani 130 surat kematian dalam satu waktu, mungkin terburu-buru, jadi tidak saya cek satu-satu,” bebernya.

Pihaknya meminta maaf kepada ibu Sumi terkait permasalah tersebut. 

“Saya juga malu, karena tetangga sendiri juga, satu RW,” ucap Hamid.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved