Tukang Sepuh Emas Kuliahkan Anak di ITB
Kisah Perjuangan Santi, Ibu Tangguh Tukang Sepuh Emas di Solo Mampu Kuliahkan 2 Anaknya di ITB
Sebelum menetap berprofesi sebagai tukang sepuh emas, Santi sempat mengadu nasib menerima pesanan kue.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Tukang sepuh emas, Santi Endartati (49) tak mampu menggambarkan perasaannya dengan kata-kata saat suaminya jatuh sakit sekitar 10 tahun lalu.
Namun kata menyerah tampaknya tidak dikenal dalam kamusnya hingga kini dua putranya, Oryza Sativa dan Arjuna, diterima di perguruan tinggi bergengsi, Institut Teknik Bandung (ITB).
Suaminya yang mengidap glukoma membuat ia harus memutar otak menghidupi anak-anaknya.
Baca juga: Kisah Haru dan Inspiratif Tukang Sepuh Emas di Solo Kuliahkan 2 Anaknya di ITB, Didatangi Rektor
Sebelum menetap berprofesi sebagai tukang sepuh emas, ia sempat mengadu nasib menerima pesanan kue.
Sampai akhirnya mengikuti jejak ibunya menjadi tukang sepuh emas.
“Awalnya saya nggak langsung buka. Adik saya juga ibu saya juga. Ikut dulu kalau saya dapat saya dikasih. Sempat bikin kue. Kadang menerima pesanan kue kalau ada pesanan snack,” jelasnya
Saat ditemui di lapak yang terletak di pertigaan Jalan Reksoniten dan Gajah Suranto, Sabtu (9/8/2025), seseorang mampir untuk menawarkan perhiasan emas yang dimilikinya kepada Santi.
Tawar-menawar berjalan alot.
Pemilik emas ingin emasnya dihargai tinggi namun Santi memberi pengertian nilainya tak sesuai ekspektasi.
Akhirnya jual beli urung dilakukan dan pemilik emas itu pun pergi.
Baca juga: Sosok Kasmudjo : Eks Dosen Jokowi di UGM yang Digugat soal Ijazah, Sudah Sepuh, Jalan pun Dituntun
Santi, seperti halnya tukang sepuh emas lain, memiliki penghasilan tak menentu.

Bahkan ia bisa seminggu lebih tak mengantongi uang sepeser pun.
“Kadang berapa hari nggak dapat sama sekali. 4-10 hari nggak dapat nggak tentu juga,” ungkapnya.
Biasanya ia membeli emas perhiasan yang rusak lalu diperbaiki.
Setelah itu ia menyetor ke juragannya dan mengambil untung dari penjualan itu.
Baca juga: Nasib Mahasiswi ITB Bikin Meme Prabowo-Jokowi: Masih Mahasiswa Aktif Meski Jadi Tersangka & Ditahan
“Saya beli emas yang rusak. Saya setor dapat selisihnya,” tuturnya.
Ia mengakui tak mampu jika harus menguliahkan anak-anaknya dengan biaya sendiri.
Ia hanya berbekal keyakinan yang kuat akhirnya kedua anaknya bisa kuliah di perguruan tinggi bergengsi.
“Ya memang saya memotivasi. Kamu pasti bisa,” terangnya.
Anaknya yang kedua, Oryza Sativa Fakultas tahun ini diterima di Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB.
Lalu Arjuna tahun 2022 lalu Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTPM) ITB.
Baca juga: Kisah Anak Penjual Plastik di Boyolali Raih IPK 3,99 di ITB. Hampir Tiap Semester Dapat Penghargaan
“Anak saya itu dari SMP memang pengennya di ITB. Pengen kerja di tambang. Biar sukses mungkin tahu keadaannya orang tua. Pengennya mengubah nasib keluarganya biar nggak kaya gini terus. SMA dua tahun akselerasi. Dia langsung ngambil FTPM. Diterima. Di rumah kan sering cerita mungkin adiknya tertarik juga. Impiannya juga di ITB. Alhamdulillah lolos lewat jalur SNBP,” terangnya.
Ia telah kenyang asam garam hidup dalam kondisi serba sulit.
Tapi ia tak henti-hentinya memotivasi dirinya sendiri dan anak-anaknya untuk tak pantanh menyerah.
“Kondisinya sulit terus. Bukan pernah lagi. Ya pokoknya saya harus bisa. Anakku bisa jadi. Yakin ada jalannya,” ungkapnya.
Meski hanya anak seorang tukang sepuh emas, anak-anaknya tak merasa rendah diri.
Bahkan saat mereka libur mereka ikut menemani ibunya.
“Kalau libur Sabtu-Minggu juga duduk di sini anak saya yang Oryz. Libur duduk-duduk di sini,” terangnya.
Baca juga: Kisah Zaki dari Boyolali Jateng Viral Lulus ITB dengan IPK 3,99, Dari Kecil Senang Belajar Astronomi
Meski mendapat beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), ia harus tetap menanggung biaya hidup anaknya selama kuliah.
Ia bersyukur anak-anaknya bisa mengatur agar dalam keterbatasan semua bisa cukup.
“Ya kan bisa ada kiriman dicukup-cukupin. Makanannya nggak terlalu mahal. Kakaknya udah lama tahu segini murah buat makan. Alhamdulillah bisa ngatur anaknya. Yang besar semester 7 insyaallah tahun depan wisuda,” jelasnya.
Ia bersyukur satu demi satu doanya diijabah.
Saat ditanya mengenai amalan-amalan ibadah yang sering dilakukan, ia memilih untuk rendah hati tak ingin terlalu menunjukkan.
“Kaya ibu-ibu lainnya mendoakan anaknya. Tiap sholat doain anaknya. Tahajud, qobliyah Subuh,” terangnya.
Jurusannya Termasuk Sulit Ditembus di ITB
Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menjadi salah satu tujuan utama calon mahasiswa dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025.
Berdasarkan data terbaru dari Direktorat Pendidikan ITB, lima fakultas dan sekolah di kampus tersebut tercatat memiliki tingkat keketatan tertinggi dalam penerimaan mahasiswa baru tahun ini.
Pendaftaran SNBT 2025 telah dibuka dan akan berlangsung hingga 27 Maret 2025.
Para peserta diimbau mempertimbangkan tingkat persaingan di jurusan atau fakultas yang mereka pilih, terutama bagi yang menargetkan masuk ke ITB.
ITB sendiri memiliki total 12 fakultas dan sekolah, serta 1 sekolah pascasarjana. Dari jumlah tersebut, berikut lima fakultas/sekolah dengan tingkat persaingan tertinggi di SNBT 2025:
1. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI-K)
Keketatan: 3 persen
STEI-K menjadi fakultas dengan tingkat persaingan paling ketat di ITB.
Hanya 3 persen dari total pendaftar yang berhasil diterima.
Sekolah ini menaungi program studi unggulan seperti Teknik Informatika serta Sistem dan Teknologi Informasi.
2. Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM-G)
Keketatan: 4 persen
Menyusul di posisi kedua, FTTM-G Kampus Ganesha mencatat keketatan sebesar 4 persen.
Fakultas ini banyak diminati karena reputasinya dalam bidang teknik eksplorasi dan energi.
3. Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM-G)
Keketatan: 4 persen
SBM-G juga mencatat keketatan 4 persen, sejajar dengan FTTM-G.
Sekolah ini populer di kalangan pendaftar karena fokusnya pada pengembangan kompetensi bisnis dan kewirausahaan.
4. Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK-G)
Keketatan: 5 persen
SAPPK-G menempati posisi keempat dengan tingkat persaingan sebesar 5 persen. Sekolah ini menawarkan program studi terkait arsitektur, tata kota, dan kebijakan pembangunan.
5. Fakultas Teknologi Industri (FTI-RI)
Keketatan: 5 persen
Di posisi kelima, FTI-RI juga mencatat keketatan sebesar 5 persen.
Fakultas ini mencakup Program Studi Teknik Industri dan Manajemen Rekayasa, yang banyak diminati karena aplikasinya yang luas di sektor industri.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.