Sebaran Apem Klaten
Tradisi Berebut Apem di Jatinom Klaten : Tendang-tendangan demi Rebut Berkah Setahun Sekali
Setahun sekali, warga dari berbagai daerah berkumpul di Jatinom. Demi apem berkah, dorong-dorongan hingga tertendang pun dianggap biasa.
Penulis: Zharfan Muhana | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
"Ini sebuah tradisi yang luar biasa, kita bergotong-royong bersama, berbagi, tidak hanya sekedar apem tapi juga ada hasil bumi yang lainnya," ujar Bupati Hamenang.
"Tentu ini penting untuk bisa menjaga tradisi (secara) bersama-sama," tambahnya.
Baca juga: Sejarah Apem, Kue Tradisional yang Legendaris di Solo Raya, Punya Filosofi Mendalam
Dengan tradisi ini, juga sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki yang diberikan Allah tuhan yang maha esa.
"Tentu kegiatan ini tidak akan bisa terjaga kalau tidak ada kolaborasi, kerja sama, gotong-royong dari seluruh stakeholder yang ada di wilayah Kecamatan Jatinom, " kata Bupati.
Usai sambutan, dilakukan doa, serta pasrah tinampi dari pembuat apem ke Camat Agus Sunyata.
Kirab dilakukan kurang lebih berjarak 1 km, dengan melibatkan banyak elemen masyarakat.
Baca juga: Bupati Hamenang Bahas Masa Depan Klaten Bareng Mahasiswa di Forum Diskusi KMK
Warga Jatinom dan sekitarnya terlihat memadati sekitar jalan utama yang menjadi lokasi rute kirab.
Setibanya di Masjid Gedhe Jatinom, gunungan apem itu lalu dilakukan serah terima kepada pengelola pelestari peninggalan kyai Ageng Gribig (P3KAG) di teras masjid.
Apem itu nantinya akan disebarkan pada besok setelah Jumat atau yang juga dikenal sebagai sebaran apem Jatinom di Amphitheater.
Sejarah Yaa Qawiyyu
Tradisi Yaa Qawiyyu ini berawal dari Ki Ageng Gribig yang pulang setelah menunaikan ibadah haji di kota Mekkah.
Ki Ageng Gribig adalah ulama besar di daerah Klaten dan sekitarnya yang berperan menyebarkan Islam.
Ketika Ki Ageng Gribig pulang dari menunaikan ibadah Haji, ia membawa oleh-oleh berupa kue apem dan akan dibagikan kepada saudara, murid, dan tetangganya.
Namun, oleh-oleh yang dibawa Ki Ageng Gribig tidak cukup, ia kemudian meminta keluarganya untuk membuat kue apem untuk dibagikan.
Sejak 1589 Masehi atau 1511 Saka, Ki Ageng Gribig selalu membagi-bagikan apem kepada orang-orang di sekitarnya.
Mulai saat itulah, Ki Ageng Gribig mengamanatkan kepada masyarakat Jatinom, Klaten, untuk memasak sesuatu sebagai sedekah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Amanat Ki Ageng Gribig inilah yang kemudian mengawali tradisi Yaqowiyu.
Hingga kini tradisi tersebut masih dilestarikan oleh warga Jatinom Klaten.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.