Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kuliner Legendaris

Sejarah Saren, Kuliner Kontroversial yang Kini Mulai Langka di Solo, Dibuat dari Darah Binatang

Saren adalah olahan darah sapi, kerbau, atau ayam yang dimasak hingga mengental dan mengeras, biasanya melalui proses pengukusan.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU
PENJUAL DAGING SAPI - Ati sapi di Pasar Pondok Bambu Jakarta Timur, pada Maret 2025 lalu. Di Solo, Jawa Tengah, darah hasil ternak diolah jadi kuliner bernama saren. Begini sejarahnya. (KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU) 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo, Jawa Tengah, dikenal sebagai negeri dengan keberagaman kuliner yang begitu kaya.

Dari sajian lezat hingga ekstrem, semua menjadi bagian dari warisan budaya yang mengakar kuat.

Salah satu makanan ekstrem yang belakangan kembali menjadi sorotan adalah saren juga dikenal sebagai dideh, marus, atau bahkan tahu nggrosor.

Baca juga: Sejarah Langgar Merdeka Laweyan Solo: dari Rumah Bekas Penjual Candu Menjadi Pusat Syiar Islam

Kuliner yang berbahan dasar darah hewan ini bukan hanya unik dari segi rasa, tetapi juga menyimpan sejarah panjang dalam budaya kuliner masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Solo, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Apa Itu Saren?

Saren adalah olahan darah sapi, kerbau, atau ayam yang dimasak hingga mengental dan mengeras, biasanya melalui proses pengukusan.

Setelah disaring untuk menghilangkan kotoran atau gumpalan kasar, darah tersebut kemudian dikukus dan dibentuk menyerupai balok.

Secara tampilan, saren memiliki warna hitam kemerahan, mirip hati sapi, namun teksturnya lembut seperti tahu bacem dan lebih berongga.

Baca juga: Sejarah Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar Berusia Lebih dari 1 Abad, Bakal Dibuka Lagi Tahun 2027

Karena itulah, di beberapa daerah makanan ini juga disebut tahu ati atau tahu nggrosor, terutama di kawasan Segoroyoso.

Dari segi rasa, saren memiliki cita rasa gurih dan manis, menyerupai perpaduan antara hati dan daging setengah matang.

Banyak yang menyebutnya sebagai makanan nostalgia masa kecil yang kini mulai langka ditemukan di pasar tradisional maupun warung angkringan.

Variasi Olahan Saren di Berbagai Daerah

Saren sangat fleksibel dalam pengolahannya dan bisa diadaptasi dalam berbagai masakan:

- Sate Saren – dipotong kecil, dibakar, dan disajikan dengan sambal atau kecap.

- Opor Saren – dimasukkan ke dalam kuah opor kuning seperti layaknya daging.

- Oseng Saren – ditumis bersama cabai hijau dan bumbu tradisional.

- Gudeg Saren – menjadi pelengkap dalam nasi gudeg khas Yogyakarta.

- Goreng Saren – dipotong dadu dan digoreng kering, sering kali dijadikan lauk atau cemilan.

Baca juga: Sejarah Wajik, Jajanan Legendaris di Solo Raya, Dipercaya Ada Sejak Kerajaan Majapahit

Perspektif Kesehatan: Kaya Nutrisi atau Sumber Racun?

Meski disukai sebagian masyarakat, saren menjadi kontroversial dalam dunia kesehatan.

Beberapa orang meyakini bahwa saren bisa menambah stamina dan menaikkan tekanan darah, terutama bagi penderita anemia.

Namun menurut pakar kesehatan, darah mengandung residu dan limbah metabolisme tubuh yang seharusnya dibuang, bukan dikonsumsi.

Meskipun darah juga mengandung zat besi dan protein, risiko kontaminasi dan kandungan racun di dalamnya menjadikan saren tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi secara rutin.

Bahkan, dalam beberapa referensi disebutkan bahwa pemerintah telah melarang penjualan dideh, karena dianggap tidak memenuhi standar kesehatan.

Baca juga: Sejarah Kerupuk Karak, Kuliner Legendaris Solo Raya yang Tercipta saat Penjajahan Jepang

Pandangan Agama: Haram dalam Islam

Tak hanya dari sisi medis, saren juga menjadi perdebatan dari perspektif agama.

Dalam ajaran Islam, mengonsumsi darah dalam bentuk apapun baik mentah maupun dimasak, dianggap haram.

Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Al-Qur’an, yang menyebutkan bahwa darah termasuk dalam kategori makanan yang dilarang untuk dikonsumsi.

Meski kontroversial, tak dapat dipungkiri bahwa saren adalah bagian dari sejarah kuliner Indonesia.

Di masa lalu, makanan ini sangat umum ditemukan sebagai bagian dari upaya masyarakat memaksimalkan seluruh bagian hewan sembelihan.

Tidak ada yang terbuang.

Saat ini, saren jarang ditemui di Kota Solo, Jawa Tengah.

Hanya sedikit pasar atau wedangan Kota Solo yang masih menjajakan olahan ini.

Namun ada beberapa penjual saren yang masih menjajakan dagangannya lewat online di Facebook.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved