TRIBUNSOLO.COM - Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan adanya kasus hubungan sedarah yang dilakukan siswi SMA berinisial SHF (18), di Pasaman, Sumatera Barat, dengan adiknya IK (13).
Diketahui hubungan itu dilakukan sekitar bulan Juli-Agustus 2019, saat ibu dan kedua saudaranya sedang tidak ada di rumah.
• Pria di Bandung Cabuli Gadis ABG Lalu Videonya Disebar hingga Viral, Korban Diiming-imingi Pekerjaan
Akibat hubungan terlarang itu, SHF pun hamil dan telah melahirkan.
Oleh pelaku bayi tersebut dibuang ke saluran air hingga diketahui warga.
SFH mengaku melakukan hubungan terlarang tanpa mengetahui akibatnya. Ia diduga berasal dari keluarga yang bermasalah (broken home).
Ayah dan ibunya sudah bercerai sehingga SHF hidup bersama ibu dan tiga saudaranya dalam satu rumah.
Pakar Psikolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Rafika Nur Kusumawati mengatakan, melihat peristiwa ini, pentingnya suatu pendidikan seksual diberikan kepada anak-anak walaupun masih banyak di daerah pedesaan yang menggangap tabuh tapi harus diberikan.
"Karena, salah satu yang harus digaris bawahin pengakuan pelaku yang mengatakan bahwa saya tidak tahu akibatnya akan seperti itu. Artinya apa, ini belum teredukasi walaupun sebenarnya kita lihat harusnya SMA sudah mengerti, ketika intercourse sendiri akan berakibat seperti apa," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/2/2020) siang.
Sambungnya, ketidaktahuan itu ataupun tahu menjadi sebuah alibi mengindikasikan bahwa pentingnya edukasi seksual sejak dini.
"Artinya, pengenalan terhadap diri, gender, osais dan mentruasi yang perlu diberitahukan kepada anak sejak dini," jelasnya.
• Pria Ini Pagi Buta Mengendap-endap ke Kamar Tetangga, Teriakan Korban Gagalkan Niat untuk Mencabuli
Melihat dari kasus tersebut, menurut Rafika, ada ketidak sempurnaan dalam pengawasan di dalam keluarganya.
Sehingga membuat anak ini mencari-cari edukasi pendidikan seksual sendiri.
"Faktor bahwa seseorang harus tahu sebab akibat, kalau saya melakukan ini, maka akibatnya akan seperti ini, itu juga yang harus dipikirkan," ungkapnya.
Dalam kasus ini, kata Rafika, tidak hanya pihak keluarga dan sekolah saja yang harus memperhatikan, lingkungan sekitar juga harus ikut.
Saat ini, untuk peduli sekarang sudah mulai berkurang karena induvidualisme yang terlalu tinggi.