“Shaming sebaiknya tidak dipakai untuk masalah yang bukan jadi perhatian umum.
Namun, virus corona adalah masalah yang menimpa kita semua, sehingga semua orang diminta berkorban,” kata profesor studi lingkungan Jennifer Jacquet.
Menurutnya, taktik mempermalukan online ini seharusnya efektif untuk membuat orang segan melakukan pelanggaran aturan pembatasan jarak atau menimbun barang di saat sulit.
• Tips Membersihkan Paru-paru, Banyak Habiskan Waktu di Luar Ruangan hingga Latihan Pernapasan
• Adik Ipar Tasya Kamila Laksanakan Akad Nikah di Tengah Pandemi, Talita Bachtiar Tetap Bersyukur
“Saya berharap upaya mempermalukan ini bisa menjadi alat yang bermanfaat untuk kepentingan sosial,” kata Jacque yang pernah menulis buku tentang penggunaan aksi mempermalukan orang sebagai cara untuk mendorong kerjasama.
Ahli psikologi sosial di University of Montreal, Daniel Sznycer, menilai mempermalukan orang lain pada dasarnya merusak reputasi seseorang dan norma sosial.
Orang bisa merasa, lalu malu melakukannya dan menghentikan atau ikut patuh. Masalahnya, hal itu bisa jadi hanya akan dilakukan di depan orang, tetapi akan diulangi ketika tidak ada orang lain yang melihat.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "“Quarantine Shaming” Aksi Mempermalukan Orang Saat Wabah Covid-19"