Solo KLB Corona

Ormas di Kampung Halaman Jokowi Gugat Menteri Yasonna Laoly, karena Pembebasan Napi Jadi Meresahkan

Penulis: Ryantono Puji Santoso
Editor: Asep Abdullah Rowi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ryantono Puji Santoso

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly digugat.

Adapun gugatan dilayangkan organisasi masyarakat (ormas) Yayasan Mega Bintang terkait kebijakan asimilasi tahanan.

Sekretaris Umum Yayasan Mega Bintang, Arief Sahudi mengatakan, gugatan pada Menkumham Yasonna Laoly karena membebaskan narapindana (napi) karena dengan alasan pendemi Corona.

Sejumpah penggugat menunjukan surat dari organisasi masyarakat (ormas) Yayasan Mega Bintang karena kebijakan asimilasi napi meresahkan, Kamis (23/4/2020). (TribunSolo.com/Ryantono Puji)

Anggota Komisi III DPR Ini Ungkap Banyak Laporan Masuk soal Napi Bebas Bersyarat yang Berulah Lagi

"Kami menggugat karena banyak masyarakat komplain," papar dia kepada TribunSolo.com, Kamis (23/4/2020).

Sebab, saat ini biasanya desa aman sekarang masyarakat menjadi tambah beban fisik mereka karena harus ronda akibat kecerobohan Menkumham Yasonna Laoly.

"Kami harap dengan gugatan ini bisa mencabut kebijakan asimilasi," papar Arief.

Wakil ketua Yayasan Mega Bintang, Septian Ari Prayudhanto mengatakan, pelepasan napi atau tahanan yang awalnya dilihat sebagai niat baik malah berkembang meresahkan.

Jika Berulah Lagi, Napi yang Bebas Bersyarat akan Dihukum Lebih Berat

Kemenkumham dinilai tidak mempertimbangkan napi asimilasi akan melakukan tindakan kriminal lagi.

Saat ini masyarakat seperti diteror dua hal yakni Covid-19 secara psikologis dan ronda malam karena kekhawatiran maling secara fisik.

"Semua diportal, masyarakat begadang ronda malam ekspresi ketakutan mereka," jelas dia.

BREAKING NEWS : Kapolresta Solo Keluarkan Perintah Tembak di Tempat Napi Asimilasi yang Berulah

Dalam hal ini peran negara nyaris hilang, sebab masyarakat bergerak melakukan pengamanan wilayah mereka dan bergerak sendiri.

"Bukan tidak menghargai kerja Polisi, namun kuantitas polisi terbatas," paparnya.

Mereka berharap agar Kemenkumham mencabut kebijakan asimilasi tersebut.

"Kita melihatnya ada kecerobohan dari Kemenkumham," papar dia. (*)

Berita Terkini