Laporan Wartawan TribunSolo.com, Rahmat Jiwandono
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Satuan Narkoba Polres Sragen berhasil mengungkap peredaran narkotika serta obat-obat terlarang (narkoba) sepanjang Oktober sampai November 2020.
Ada 10 orang yang ditangkap karena terbukti mengedarkan narkoba.
Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi menyampaikan, pada Oktober terdapat lima kasus.
"Lima kasus itu terdiri dari penyalahgunaan 1,49 gram sabu dan 1.070 butir obat terlarang," paparnya belum lama ini.
Pihaknya berhasil menangkap tujuh orang terkait hal itu.
Baca juga: Kata Pengendara Motor yang Lewat di Perbatasan Jateng-Ngawi, Tak Ada Pos Penjagaan saat Masuk Sragen
Baca juga: Ibu Terdakwa Kasus Sabu 119 Kilogram Pingsan sebelum Anak Dituntut Mati: Dia Cuma Disuruh Orang
Pada November, sebanyak tiga kasus diungkap yakni 0,56 gram sabu dan obat terlarang sejumlah 1.300 butir.
"Total ada tiga tersangka yang kami tangkap," jelasnya kepada TribunSolo.com.
Dengan demikian, Satuan Narkoba Polres Sragen berhasil menangkap 10 tersangka dalam kasus tersebut.
Menurutnya, para tersangka ini bisa membeli obat terlarang di apotek Sragen dan Solo dengan cara memalsukan resep.
"Mereka memalsukan resep supaya bisa membeli obat terlarang di apotek," kata dia.
Ditangkap
Sepuluh orang di Kabupaten Sragen harus berurusan dengan polisi lantaran memalsukan resep dokter.
Resep palsu itu mereka gunakan untuk membeli obat-obat terlarang di apotek Sragen dan Solo.
Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi mengatakan, obat-obat terlarang jenis G mudah didapat dan murah harganya.
"Karena itulah mereka memalsukan resep," paparnya kepada TribunSolo.com.
Dijelaskannya, pada Oktober lalu, Satuan Narkoba Polres Sragen berhasil menangkap tujuh orang yang memalsukan resep dokter.
Baca juga: Update Corona Global 25 Desember 2020 : Indonesia Masuk 20 Negara dengan Kasus Terbanyak di Dunia
Baca juga: Botol Isi Udara Inggris Dijual Rp 400 Ribuaan, Dijadikan Obat Rindu Kampung Halaman
"Barang buktinya berupa 1.070 butir obat terlarang," ujar dia.
Kemudian pada November lalu, terdapat tiga orang yang melakukan tindakan serupa.
"Bulan lalu kami berhasil menyita 1.300 butir obat terlarang," katanya.
Untuk ke depannya, jajarannya akan berkoordinasi dengan pihak apotek serta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sragen agar membuat contoh resep yang resmi.
"Sehingga bisa dibedakan antara resep dokter yang asli dan palsu," tegasnnya.
Cara Mengurus Obat
Beberapa dari Anda mungkin kini tengah akan mengurus Pengajuan Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Kepala Badan POM, Dr Ir Penny Lukito, MCP., mengatakan bahwa percepatan dan hilirisasi pengembangan obat-obatan herbal tengah dilakukan.
Baca juga: Cara Mengurus Hak Asuh Anak Setelah Perceraian di Pengadilan Negeri, Siapkan Persyaratan Berikut
Baca juga: Syarat dan Cara Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di BNN, Perhatikan Persyaratan Berikut
Badan POM ikut andil dalam percepatan ini dengan cara mendampingi riset, uji praklinik, sampai komersialisasi sebagai fitofarmaka.
“Tugas dari Badan POM adalah mendampingi riset dan hilirisasi pengembangan obat herbal. Setelah risetnya siap, mendampingi uji praklinik dan uji klinik sehingga siap dikomersilkan sebagai fitofarmaka,” ujar Penny.
Badan POM mengeluarkan Tata Cara Pengajuan Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Berikut tata cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi obat herbal sebagai fitofarmaka:
1. Pendaftaran akun perusahaan pemohon melalui situs http://e-sertifikasi.pom.go.id.
Pemohon harus mengisi data dan mengunggah dokumen pendukung. Badan POM kemudian akan menerima dokumen tersebut dan melakukan verifikasi. Setelah itu, pemohon akan mendapatkan email notifikasi berisi User ID dan Password.
2. Pemohon memasukkan entry permohonan dan mengunggah dokumen.
Badan POM kemudian akan menerima permohonan tersebut untuk kemudian mengevaluasi. Jika dokumen sudah lengkap, pemohon akan dikirimkan Surat Pemberitahuan Perintah Bayar.
3. Badan POM akan melakukan Pemeriksaan Sarana Produksi. Jika berjalan dengan lancer, Badan POM akan menerbitkan surat hasil inspeksi.
4. Jika surat hasil inspeksi telah keluar, pemohon bisa mendapatkan Sertifikat CPOTB, atau Surat Persetujuan Perubahan jika dilakukan perubahan nama badan hukum atau alamat.
Baca juga: Cara Mengurus Surat Tanah yang Sudah Rusak atau Hilang, Berikut Syarat yang Harus Dipenuhi
Tarif yang diberlakukan untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) oleh Badan POM didasari oleh PP No 32 Tahun 2017.
Untuk sertifikasi CPOTB IOT/IEBA: Baru yakni Rp 5 juta per sertifikat, per bentuk sediaan. Sertifikasi perubahan nama perusahaan tanpa perubahan kepemilikan yakni Rp 500.000 per sertifikat, per bentuk sediaan.
Untuk perubahan fasilitas CPOTB yakni Rp 1 juta per sertifikat per bentuk sediaan (memerlukan inspeksi) atau Rp 500.000 per sertifikat per bentuk sediaan (tidak memerlukan inspeksi).
Perubahan sertifikat CPOTB karena perubahan administrasi (perubahan nama badan hukum dan/atau alamat dengan lokasi sama) yaitu Rp 500.000 per sertifikat, per bentuk sediaan.
Perpanjangan sertifikasi per 5 tahun dikenakan Rp 500.000 per sertifikat per bentuk sediaan. Sementara itu, persetujuan penggunaan fasilitas produksi obat tradisional bersama dengan non produk obat tradisional (kosmetik, pangan tertentu) dikenakan Rp 2.000 per sertifikat per bentuk sediaan.
(Kompas)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sertifikasi Obat Herbal Kini Semakin Mudah, Simak Cara dan Biayanya",