"Itu sama saja kita harus mulai dari awal lagi. Cari pelanggan lagi, cari bumbu yang tepat lagi," kata dia.
"Itu bukan solusi untuk kami," imbuhnya.
Solo Kaji Larangan Jual Beli Daging Anjing
Pemerintah Kota (Pemkot) Solo belum berencana mengikuti langkah Pemkab Sukoharjo.
Itu terkait larangan praktik penjualan dan pemotongan daging hewan non pangan, termasuk daging anjing.
Termasuk, larangan menjual kuliner berbahan daging hewan non pangan selama momen Ramadan 2021.
Baca juga: Merasa Merana, Pedagang Sate Daging Anjing di Sukoharjo Minta Solusi, Mengaku Ada Tanggungan Utang
Baca juga: BREAKING NEWS: Kuliner Daging Anjing Resmi Dilarang di Sukoharjo, Nekat Jualan Lapak akan Dibongkar
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mengatakan, Pemkot masih mengkaji terkait larangan tersebut.
"Nanti kami kaji dulu," ujarnya, Jumat (16/4/2021).
Terlebih dalam Surat Edaran Wali Kota Solo tentang Perpanjangan PPKM, sambung Gibran, belum mengatur itu secara spesifik.
Baca juga: Setelah Makan Daging Anjing, 25 Warga di Simalungun Alami Muntah-muntah Lalu Dilarikan ke Puskesmas
"Belum diatur secara spesifik di Surat Edaran. Coba nanti dikaji dulu," tutur Gibran.
Rencananya, Gibran mengatakan, pembahasan larangan praktik penjualan dan pemotongan daging hewan non pangan segera dilakukan.
"Senin, kita bikin surat edaran baru. Kita evaluasi lagi," katanya.
Kuliner Daging Anjing Sukoharjo Terancam Tutup
Aturan baru soal larangan menjual daging anjing dan kuliner berbahan daging anjing di Sukoharjo, membuat sejumlah pebisnis kuliner ini kaget.
Pasalnya, tanpa ada sosialisasi, mereka tiba-tiba mendapatkan surat larangan menjual daging dan olahan daging anjing dari Satpol PP Sukoharjo.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kuliner Daging Anjing Resmi Dilarang di Sukoharjo, Nekat Jualan Lapak akan Dibongkar
Salah satu dari pedagang tersebut adalah Setyo Nugroho (39), penjual Sate Gukguk Pak Kardi di Solobaru, Kecamatan Grogol, Sukoharjo.
Dia mengatakan, baru menerima surat tersebut kemarin.
"Saya dikasih surat itu, saya bingung. Karena sebelumnya gak ada sosialisasi," katanya, Kamis (15/4/2021).
Dia mengatakan, selama 15 tahun dia berjualan tidak pernah ada larangan dari Pemerintah Daerah.
Larangan berjualan hanya saat awal pandemi covid-19, terkait aturan jam malam.
Saat awal panemi covid-19 itu, dia bersama sejumlah PKL lain di kawasan Solobaru terpaksa libur sekitar 2 bulan.
"Saat itu saja tidak ada solusinya, dan kami masih perlu biaya untuk hidup, dan memeriksakan ayah saya yang sakit," ucapnya.
"Lalu saat ini ada aturan kami tidak boleh jualan daging anjing, ular, dan biawak," tambahnya.
Dalam surat yang dikeluarkan Satpol PP Sukoharjo nomor 300/1160/2021, pedagang penjual masakan dan daging anjing, ular, biawak, diminta menjual daging yang layak konsumsi.
Sebab, ketiga jenis daging tersebut masuk dalam kategori daging nonpangan.
Sementara untuk daging yang dikategorikan layak konsumsi sendiri adalah daging Ayam, Kambing, Sapi, dll.
Hal itu sesuai dengan Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang pembinaan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
"Itu bukan solusi. Tak semudah itu berganti jualan atau pindah lokasi jualan," ucapnya.
"Kita harus mulai dari awal lagi, dan itu sulit, tidak semudah itu," imbuhnya.
"Apalagi ini pandemi Covid-19, apakah semudah itu memulai usaha baru," ujarnya.
Ditambah, bisnis rumah makan sate Gukguk Pak Kardi miliknya sudah memiliki pelanggan tetap.
Dalam sehari, dia bisa menjual olahan daging anjing sebanyak 30 kilogram, atau setara tiga ekor Anjing.
Di warung makannya, Nugroho juga menanggung gaji dan kebutuhan empat karyawannya. (*)
Dilarang Selamanya
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo resmi melarang praktik penjualan dan pemotorngan daging hewan non pangan untuk dijual.
Hewan yang dalam kategori non pangan meliputi daging Anjing, daging Biawak, daging Ular, dan sebagainya.
Baca juga: Gemolong Disebut DMFI Jadi Pengepul Daging Anjing di Solo Raya, Dinas Peternakan Sragen Tak Mengelak
Menurut Kepala Satpol PP Sukoharjo Heru Indarjo, larangan ini sesuai dengan Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang pembinaan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Tahap sosialisasi sudah dilakukan Satpol PP kepada PKL dan pelaku usaha rumah makan dengan memberikan surat larangan.
"Aturan ini berlaku terus, tidak hanya saat bulan suci ramadan saja," kata dia, Kamis (15/4/2021).
Dari pantauan Satpol PP Sukoharjo, ada sejumlah PKL yang berjualan daging non pangan.
Namun, paling banyak merupakan penjual daging anjing atau sate jamu.
"Ada 6 PKL, yang tersebar di Kecamatan Grogol, Baki, Kartasura dan Mojolaban," jelasnya.
Heru meminta para PKL ini menghentikan menjual olahan maupun daging hewan non pangan.
Dan untuk tetap melancarkan usahanya, bisa mengganti dengan daging layak konsumsi seperti daging ayam, kambing, sapi, atau yang lainnya.
"Apabila petugas kami menemukan ada yang nekat berjualan daging non pangan itu, maka sanksi akan diberikan," ujarnya.
"Izin tempat usaha bisa dicabut, dan lapaknya bisa dibongkar," tandasnya.
Solo Raya Surga Kuliner Gukguk
Solo Raya menjadi satu daerah berpredikat tempat mencari kuliner ekstrem daging anjing.
Ya, tidak susah untuk mencari penjual masakan daging anjing.
Baca juga: Gemolong Jadi Tempat Pengepul Daging Anjing, Komunitas DMFI Protes, Minta Dinas Peternakan Tegas
Tapi, yang tidak orang-orang ketahui, adalah kejinya ulah manusia di balik tersedianya pasokan daging anjing tersebut.
Aktivis dari Komunitas Dog Meat Free Indonesia (DMFI), Mustikam mengungkap, para pemasok daging anjing memperlakukan anjing dengan begitu keji.
Cik Memey, sapaan akrabnya, menilai bahwa cara menangkap serta menyembelih anjing terbilang sadis.
"Ada yang di gelonggong, ditenggelamkan, dipukul dulu saat pingsan baru dikuliti, ada pula yang dibakar pakai obor las dalam kondisi setengah mati," ungkapnya.
Mustika juga mengingatkan, daging anjing tak layak untuk dikonsumsi.
Daging anjing, kata dia, tidak layak untuk dikonsumsi.
"Makan daging anjing itu menjijikkan dan berisiko untuk kesehatan manusia," katanya.
Gemolong Jadi Pemasok
Satu daerah yang disorot oleh DMFI adalah Gemolong di Sragen.
Mustika mendesak Pemkab Sragen untuk menghentikan perdagangan daging anjing di antaranya di Sragen.
"Kami mengajak agar masalah ini segera terselesaikan dengan cepat," ujar Mustika kepada TribunSolo.com, Selasa (19/1/2021).
Menurutnya, di Sragen tidak banyak ditemukan warung yang menjual santapan daging anjing.
Meski begitu, di Kecamatan Gemolong menjadi tempat pengepul daging anjing.
"Saya berharap pemerintah setempat bisa menghentikan suplai daging anjing dari kecamatan itu," paparnya.
Muntah-muntah Santap Anjing
Sementara, sebanyak 25 warga Nagori Hutahurung, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, harus dilarikan ke Puskesmas terdekat.
Para Warga tersebut mengalami muntah-muntah Penghasilan kena pajak memakan daging anjing Yang dibagikan Oleh Warga.
Ketika dihubungi, Kapolsek Balata AKP Jagani Sijabat mengatakan, kejadian ini terjadi pada hari Rabu (19/2/2020), saat seorang warga memberikan daging untuk acara makan bersama di rumah.
"Sudah kebiasaan sama masyarakat di kampung itu, kumpul-kumpul sambil makan daging anjing yang dibelinya bersama, dimasak sama-sama, dimasak sama-sama," kata Jagani saat diperoleh, Sabtu (22/2/2020).
Setelah acara selesai, beberapa warga mulai disambut mual, muntah dan buang udara.
Setelah itu, ada warga lain yang mengerti bahwa itu adalah mual, melemparkan dan mencret tidak hanya satu orang.
Warga tersebut kemudian berinisiatif membawa yang sakit tersebut ke puskesmas terdekat.
"Rabu malam mereka makan daging anjing, baru pulangnya sakit-sakit. Lalu hari Jumat dibawa ke Puskesmas. Ada sekitar 25 atau 27 orang yang keracunan setelah makan daging anjing," kata Jagani.
Hingga Jumat malam, ada 18 orang yang masih bisa diajari.
"Sebagian sudah sehat. Sudah pulang ke rumah masing-masing," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Simalungun Lidya Saragih mengatakan, jumlah warga yang keracunan dan mendapat perawatan di Puskesmas berjumlah 28 orang.
Hingga hari ini, di puskesmas kecamatan kini tinggal 2 atau 3 orang yang masih dalam perawatan medis di Puskesmas.
"Tapi kalau menimbulkan pastinya apa, belum tahu. Bisa jadi belum matang, bumbunya, atau apa, banyak faktor lah. Saran kita, tetap konsumsi makanan sehat, mulai dari pengairan, pemasakan, bumbu harus dibiakkan," kata Lidya. (*)