Kuliner Solo

Kuliner Klaten: Jenang A Syakir Popongan Tegalgondo Dijual Turun Menurun, Cuma Rp 5 Ribu per 2 Ons

Penulis: Zharfan Muhana
Editor: Rifatun Nadhiroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenang A. Syakir Popongan Tegalgondo

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Zharfan Muhana

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN- Di Dukuh Popongan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten terdapat sebuah Pondok Pesantren Al- Manshur yang didirikan oleh Alm.KH. Muhammad Mashur juga seorang Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah.

Di sana ternyata ada salah satu santri yang membuka usaha jenang sejak tahun 1980 silam.

"Dulu usaha jenang dibuat oleh mbah saya Alm. Wafi sekitar tahun 1980," ujar Muhammad Mustain (40) kepada TribunSolo.com, Kamis (16/2/2023).

Mustain adalah anak keempat dari 5 bersaudara dari pasangan Ummu Khotmah dengan Alm. A. Syakir yang merupakan anak dari Alm. Mbah Wafi.

Baca juga: Kuliner Solo : Tahu Sulam Krispi Rp 500an di Jalan Pakel, Cocok Buat Cemilan saat Hujan Melanda

Mustain mengatakan, dahulu neneknya yang disapa simbah, juga pernah nyantri di Pondok Al-Manshur Popongan, lalu ia meneruskan usaha jenang dari simbah.

"Dahulu simbah tertarik membuat jenang karena ia aslinya dari Karanganom dan di sana ada yang membuat jenang, lalu simbah coba ikut membuat disini ikut membuat karena saat itu masih jarang makanan seperti roti," kata Mustain.

Usaha jenang tersebut kemudian terus berkembang, awalnya hanya membuat jenang namun kemudian juga memproduksi Wajik, hingga Krasikan.

Proses pengemasan jenang di Popongan, Tegalgondo, Klaten

"Usaha ini awalnya diteruskan oleh bapak, dan saat beliau wafat sekarang saya yang melanjutkan," ucap Mustain.

Hingga saat ini produksi jenang tersebut sudah dikenal banyak orang, dikarenakan lokasinya juga dekat dengan Pondok Al- Manshur Popongan.

Baca juga: Kuliner Wonogiri: Mie Ayam Topping Steak Ayam di Wonogiren SS, Terjangkau Satu Porsinya Rp 11 Ribu

"Karena sini dekat dengan pondok, jadi banyak juga yang mampir untuk beli oleh-oleh," kata dia.

Pondok sendiri juga sering mengadakan kegiatan haul, pengajian, dan juga para peziarah dari berbagai tempat.

"Belum afdol kata mereka (pengunjung) kalau ke Popongan belum mampir membeli jenang Popongan," ucap Mustain.

Ia setiap harinya memproduksi sekitar 40 kilogram sekali masak, baik jenang, wajik, krasikan, dan jadah.

Bahan di olah diantaranya beras yang dicampur ketan, gula jawa, dan santan kelapa.

Baca juga: Kuliner di Sragen : Nasi Goreng Jamur Pak Pur, Porsi Jumbo Cuma Rp 13.000, Berdiri Sejak Tahun 2001

"Untuk takarannya sendiri biasanya beras 20 kg dicampur ketan 10 kg, gula jawa 20 kg, serta kelapa sebanyak 20 biji," ungkapnya.

Setiap harinya mulai dari jam 07.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB merupakan waktu untuk produksi.

"Setelah di lakukan proses produksi lalu ada proses pengemasan juga," ujarnya.

Pengemasan sendiri terdapat setidaknya 2 model, model kiloan maupun bijian per ons.

"Biasanya untuk yang kiloan kita taruh di wadah  nampan atau loyang, dipesan untuk hantaran pernikahan atau untuk hadiah, sedang yang per ons juga ada sebagai pilihan," kata Mustain.

Untuk harga per kilo dihargai Rp. 25 ribu, sedangkan yang per 2 ons dijual hanya Rp. 5 ribu.

Pembelinya pun beragam, baik warga sekitar maupun pengunjung pondok.

"Karena jualannya di rumah pembelinya sekitar Soloraya, juga pengunjung pondok dari Jakarta, Sumatra, Demak, Kudus, Pantura sering mampir," kata Mustain.

Untuk jam buka sendiri ia mulai siap dari jam 10.00 WIB sampai tutup pintu rumah, sedangkan libur hanya bila ada kegiatan keluarga.

(*)

Berita Terkini